Tampilkan postingan dengan label CERITA KOREA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CERITA KOREA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 12 April 2016

Sup Rumput Laut dengan Udang

Assalamualaykum!

APRIL! Gyaaa anjir vakum abis setelah ngeposting masalah rejeki-rejekian di bulan Februari. Gyahaha~ Baiklah. Sekarang saya mau posting hasil masakan lagi yang dari jaman dulu mau dibikin tapi enggak jadi terus.

Intinya sih mau bikin sup rumput laut yang kuahnya ringan tapi tasty dengan kaldu dari seafood, bukan kaldu daging ayam atau daging sapi. Cuman tab Asus saya kameranya kurang bagus ya. Harusnya kemaren potret pake kamera digital aja, tapi males juga ngodok-ngodok laci meja belajar. Hmm (banyak alesan XD)

Tetep, tujuan dari cooking challenge ini buat men-challenge diri sendiri dan tambah skill masak buat survival di masa modern yang banyak godaannya ini… Entah itu MSG, junkfood, fastfood, bahan makanan karsinogenik, dsb. Di sisi lain, juga buat my lovely Rayyan dan Rayyana masa depan (baca: anak-anak masa depan). Ya, buat si bapaknya juga sih. Supaya mereka semua bisa dapet asupan makanan dengan gizi yang seimbang dan sehat juga bervariasi dari makanan Indonesia, Cina, Korea, Barat, sampe India. Nah! 

Yang terakhir belom kesampean nih wisata kuliner sama sodara saya. Hehehe.
Baiklah. Sini saya share resepnya untuk membuat Sup Rumput Laut dengan Udang kali ini ya~

Bahan dan Cara Membuat:

1.  Siapkan Rumput Laut Kering 1/4 genggam, lalu rendam dalam air biasa sampai mengembang. Potong sekitar 2 atau 3 cm. Sisihkan.
(NOTE: Rumpul lautnya yang khusus untuk sup bukan untuk membuat kimbab atau sushi, apalagi buat es buah, hehe, bukan ya~ *gambarnya menyusul kemudian ^^)

2.   Cincang 1 siung bawang putih dan ½ buah bawang bombay. Tumis dengan sedikit minyak zaitun. Tumis sampai wangi.
(NOTE: Kemaren sih saya tambahkan dengan sedikit margarin juga supaya tambah wangi hehe)

3.  Masukan udang sekitar 10 ekor ukuran sedang. Tumis sampai berubah warna menjadi oranye.
(NOTE: Kepala udangnya sudah dibersihkan ya)

4.    Masukkan sekitar 3 atau 4 cangkir air. Biarkan mendidih.

5.   Masukkan rumput laut yang sudah megar a.k.a mengembang tadi. Aduk-aduk sambil tambahkan seasoning seperti Lada, Garam, dan Kecap Asin, Minyak Wijen.
(NOTE: Lada dan Garam saya masukkan kira-kira saja sesuai selera ya, Kecap Asin dan Minyak Wijen sama-sama sekitar 1 sdt. Intinya sih kalo kurang asin, ya tambahin garem, kalo keasinan ya tambahin air, dan JANGAN KEBIASAAN LANGSUNG MASUKIN BANYAK BUMBU, DIKIT-DIKIT AJA, SAMBIL DICICIPI GITU, *maaf sengaja capsclock biar diperhatiin hehe)

6.    Tunggu sampai menyatu dan mendidih lagi. Hidangkan. Seruput selagi hangat. Hmm yummy!

FYI… tahu enggak kalau rumput laut itu bagus buat kulit? Mau tahu? Searching aja sono sendiri hehe. Eh, tapi beneran. Saya baca di buku food combaining. Oia! Silakan dicoba ya resepnya!

Kebetulan, di rumah enggak ada yang suka sama wangi khas rumput laut ini, jadi yang makan saya doang. Tapi nanti Rayyan dan Rayyana harus suka. Kalo di Korea, sup kayak gini bisa divariasiin pake kerang, udang, atau irisan daging sapi. Ibu-ibu pasca melahirkan di Korea juga banyak makan ini supaya bertenaga katanya. Makanya, saat seseorang ulang tahun, mereka makan sup rumput laut sebagai ucapan terima kasih sama ibunya sekaligus ada mitos supaya rejekinya lancaaar dan liciiin kayak tekstur sup rumput laut yang dia makan. Unik ya?





Rabu, 17 April 2013

Ini pertama kalinya pesan bibimbab di hansik a.k.a restoran Korea Perpus Pusat UI. Biasanya pesan kimbab atau rapokki doang. Soalnya ada yang bilang bibimbabnya tidak terlalu enak terus harganya juga lebih mahal. Tapi tergoda untuk makan nasi yang kaya karbohidrat supaya bisa supply tenaga nulis skripsi, akhirnya saya pesan bibimbab juga. Dan... SUMPAH MAU LAGI! Hehehe. Selain porsinya banyak, ada banyak sayuran dan ada dagingnya juga, fresh dan PORSINYA BANYAK! Jadi, kalau kelaparan dan lagi ada uang, boleh banget pesan menu ini karena dijamin kenyang ^_^. Hanya ada dua buah ke-najong-an, yang terjadi ketika pesan kemarin itu. Pertama, tunggunya lama, ya no problem sih karena terobati dengan fresh-nya makanan tsb. Kedua, pelayannya lupa memberi sendok! Awalnya, saya sabar saja, tapi kok tidak datang dataaaaaang? Beberapa saat kemudian, ibu manager-nya datang dan kami mengadu. Ia langsung memarahi pelayannya begitu. Tapi entah mengapa, kok saya juga jadi merasa dimarahi. Hihihi. 

Ini penampakan bibimbabnya. Ada tambahan kimchi dan sup rumput laut. Enak dan sehat : 9


Minggu, 21 Oktober 2012

hari ini...

hari ini...

dini: kakak seonsaengnim kelas c, ya? aku minta tolong sesuatu ya... (mengeluarkan selembar kertas)
saya: iya...
dini: seonsaengnim suka Q-pop?
saya: apa? Q-pop?
dini, hana, intan, kiki: iya, Q-pop...
saya: Q-pop apa K-pop?
hana: eh, itu itu maksudnya, K-pop... kakak suka siapa?
saya: hmm, CN Blue, favoritnya Jeonghyeon. (sementara itu wajah hana seolah berkata: Yonghwa gimana?)
saya: aku gak suka Yonghwa, soalnya mukanya terlalu aneh kayak benco*g
dini: bwahaha, kakak jujur banget! *gulinguling (muka hana agak kecewa)

beberapa menit kemudian...


saya: ayo dini, coba baca pidatonya!
dini: *komatkamit baca pidato
hana: kakak, kenapa pilih jurusan korea? (OMG! itu adl pertanyaan yg saya benci, capek jawabnya krn keseringan ditanya -___-)
saya: iya, soalnya prospeknya bagus... (kiki dan intan melirik, karena tadi minta dijelasin struktur 'go') oia, jadi 'go' itu artinya 'dan' ayo kita baca contohnya...
dini: kak, verb dua dari build itu apa ya? ganti 't' ya? kalo go jadi went, ya? (dini sedang mengerjakan peer bahasa inggris punya kiki -____-)
saya: heem (*agak bete, karena waktu sudah hampir 40 menit berlalu, tapi murid kelas c blm pada nongol)

tok tok, tiba-tiba sajangnim datang seraya berkata, "sitsol, hari ini kayaknya kelas c dicancel deh, pada sakit dan izin..."

saya: krik...krik...krik...




"kyaaaa! minta dibacok!"


Jumat, 06 Juli 2012

Kuliah Bahasa Korea Bisnis 2012 dengan Bu Maya ^_^

Assalamu'alaykum... Hallo... Apa kabar?

Mungkin posting kali ini akan sedikit membantu adik-adik SMA yang bingung mencari informasi tentang Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea di FIB UI... Setidaknya, kalian akan tahu bahwa di jurusan ini, tidak hanya belajar bahasa, tapi juga sejarah, kebudayaan, dan BISNIS! Salah satu mata kuliah bisnis selain Budaya Perusahaan Korea adalah Bahasa Korea Bisnis. Di dalam mata kuliah ini, kami belajar seluk beluk dunia bisnis dan bedanya, dengan bahasa pengantar... bahasa Korea T_T *antara amazing dan sesak napas.

Kuliah Bahasa Korea Bisnis diajar oleh Bu Maya pada Semester 6. Beliau orang Korea asli yang selain mengajar, juga berbisnis ekspor-impor begitu. Pokoknya seseorang yang amazing ^_^.

(Bu Maya sebelah kiri, 
beliau kalau datang mengajar itu cantik sekali dan menggunakan metode yang menyenangkan, 
salah satu dosen yang menginspirasi ^_^)

(Suasana di kelas... 힘들지만 정말 재미있었어요...)

(Dua foto di kelas ini adalah hasil colongan dari fb-nya Bu Maya, hehehe. 
Di kelas, beliau memang suka foto-foto begitu... Lucu, ya?)

Hasil UTS lebih satu poin dari batas remedial, hehehe, tapi hasil UAS Alhamdulillah sangat memuaskan, tapi tetep, karena UTS-nya jelek, jadi nilai akhirnya rata-rata T_T. Sebenarnya, saya kaget sendiri dapat nilai segitu, hehehe. Jadi makin percaya dengan Hadis Muslim dan Aisyah, "Ganjaranmu tergantung kadar lelahmu."

 (Gaya koreksi Bu Maya juga lucu, pakai spidol pink, hehehe. 
Oh iya, dua foto di atas juga hasil colongan di blog-nya Bu Maya, 
blog resmi kuliah Korea Bisnis maksudnya, hehehe.)

(Bu Maya adalah satu-satunya dosen yang mengaplikasikan blog sebagai sarana kuliah. 
Jadi, pengumuman nilai dan sebagainya bisa lihat di blog...
Sumpah keren (apa saya yang norak :p) Hehehe...)

(Ini logo tugas kelompok praktek membuat company profile ^_^. 
Dengan daya imajinasi super tinggi, kelompok saya membuat sebuah cafe impian para mahasiswa yang di dalamnya terdapat tempat buat tidur, hehehe...)

Sekarang, saya ikut kuliah Semester Pendek dulu karena jarang ambil mata kuliah pilihan, hehehe... Dan... Semester 7 menunggu di depan sana. SEMANGAT SITI SOLIHAH! Teman-teman yang baca juga semangat, ya! ^_^

Sabtu, 02 Juni 2012

Penjual Garam yang Menangkap Rubah


Zaman dahulu, di suatu desa, terdapat seorang pemuda miskin yang hidup dengan menjual garam. Setiap harinya, ia memanggul satu kantung garam, lalu berkeliling dari desa ke desa menjual garam. Pemuda itu menjual garamnya dengan rajin berkeliling ke desa-desa di pegunungan.
Suatu hari, ia membawa satu kantung garam, namun tak ada yang membeli sehingga ia duduk kelelahan di pinggir jalan dan beristirahat. Ia berpikir, apa sebaiknya pulang saja ke rumah karena ia begitu kelelahan dan kakinya juga sakit.
Saat itu, terdengar suara yang aneh. Terdengar suara tawa dan suara obrolan yang seru. Pemuda itu dengan cepat beranjak dari tempat duduknya. Kemudian, berjalan menuju arah selatan. Namun, ia tak melihat apapun.
Diam-diam, ia mencari tempat sumber suara. Tempat itu jauh di tengah hutan. Namun, di tempat itu pun tak terlihat orang. Pemuda itu duduk, lalu mengamati lagi tempat sumber suara. Suara itu muncul dari sebuah makam. Oleh karena itu, diam-diam, ia berjalan menuju ke arah pemakaman.
Di sana terlihat hal yang aneh. Tidak terlihat adanya manusia, yang ada bahkan sesosok hewan buruk rupa aneh yang sedang menggali makam. Setelah menelisik diam-diam, ternyata itu adalah hewan rubah.
Tiba-tiba, muncul niat untuk menangkap para rubah itu sehingga, ia terus mengamati gerak-gerik para rubah itu dengan diam-diam. Hewan rubah itu ada dua ekor, mereka mengeluarkan tengkorak kepala dari dalam makam. Lalu, memakaikannya di kepala seraya tertawa “Hihihi...,”. Suara itu terdengar persis seperti manusia yang sedang tertawa.
Pemuda itu membawa sebuah pentungan kayu. Ia berniat menggunakan pentungan itu untuk memukul rubah. Para rubah menggali makam sambil bermain-main. Setelah itu, mereka beranjak dari tempatnya dan bersiap-siap pergi ke suatu tempat. Pemuda itu pun ikut beranjak dan mengikuti merka dari belakang dengan tekad yang kuat. Setiap hari, ia mencoba berjualan garam ke mana-mana, tapi tak juga mendapat uang. Oleh karena itu, ia bertekad setidaknya dapat menangkap rubah.
Para rubah itu masuk ke desa. Pemuda penjual garam pun mengikuti mereka dari kejauhan. Di mata orang biasa, mereka sepertinya tak terlihat sebagai rubah.
Para rubah datang mencari rumah duka yang salah seorang anggota keluarganya baru saja meninggal di desa. Di sana orang-orang begitu ramai. Namun, tak ada satupun yang melihat keanehan wujud para rubah. Mereka masuk ke dalam rumah duka, lalu mengucapkan rasa belasungkawa kepada keluarga yang sedang berduka. Para rubah itu mengikuti seorang yang memberi tahu jalan dan arahan untuk masuk ke dalam rumah duka. Penjual garam pun mengikuti dari belakang sampai di tempat para rubah kini berada.
Di rumah duka, orang-orang yang datang untuk mengucapkan belasungkawa mendapatkan jamuan yang baik. Para rubah pun mendapat hidangan kue teok (kue beras khas Korea) dan sul (arak khas Korea). Tanpa basa basi, mereka langsung melahap hidangan itu. Di mata penjual garam itu, tidak salah lagi, wujud mereka terlihat sebagai rubah, tapi mengapa orang-orang memperlakukan mereka sangat sopan seperti tamu bangsawan terhormat. Hal itu sangat aneh. Orang-orang itu memperlakukan mereka lebih dari orang biasa. Lagipula sebenarnya, jamuan yang pemuda itu dapatkan pun sedikit di luar dugaannya.
Penjual garam itu menunggu saat yang tepat. Di saat yang tepat itu, ia berniat dengan sungguh-sungguh untuk menangkap rubah itu. Oleh karena itu, ia datang dengan membawa pentungan kayu yang disembunyikan.
Setelah selesai makan, para rubah bergegas bangkit dari meja makan. Penjual garam pun dengan cepat ikut bangkit. Tepat saat para rubah hendak masuk ke sarangbang (kamar cinta), penjual garam memukul bagian belakang kepala rubah itu menggunakan pentungan. Para rubah langsung terhempas jatuh dan orang-orang ramai berteriak seraya mendamprat ke arah penjual garam, “ Ada orang mati! Tangkap laki-laki itu!”    
Walaupun begitu, penjual garam terus memukuli rubah sambil mengancam orang-orang dengan pentungan. Saat itu, para rubah melarikan diri ke pekarangan. Dua ekor rubah yang sampai detik itu masih terlihat sebagai bangsawan terhormat, jatuh terguling-guling di pekarangan. Orang-orang menjadi bingung. Apakah yang sebenarnya terjadi.
Seorang gadis muda mendekat lalu bertanya kepada penjual garam,
“Maaf, sebenarnya apakah maksud semua ini?”
“Aku mengikuti mereka berdua dari dalam gunung di sana sampai ke tempat ini. Mereka adalah rubah yang menggali makam lalu memakan mayat manusia dan berbahaya bagi manusia. Namun, kau tak tahu apapun dan memperlakukan mereka sebagai tamu...,”
Orang-orang terlihat mengerti dengan kata-kata pemuda penjual garam itu. Semuanya menampakkan wajah ketakutan.
“Di mata kami, wujud mereka itu terlihat sebagai manusia. Bagaimana bisa di matamu terlihat sebagai rubah?”
Pertanyaan dari seorang pemuda itu sangat luar biasa bagus. Sebenarnya, penjual garam itu sendiri pun tak tahu jawabannya. Hanya saja, di dalam penglihatannya, wujud mereka itu terlihat sebagai rubah.
“Di mata kami, mereka terlihat sebagai bangsawan terhormat yang memakai baju sutra mahal. Tidakkah sangat mengejutkan jika dari awal kau sudah melihat wujud mereka sebagai rubah?”
Penjual garam tak bisa menjawab pertanyaan pemuda yang kritis itu.
Penjual garam itu berkata seraya melihat pentungan yang tadi dibawa dan digunakannya untuk memukul rubah,
“Semua itu karena pentungan ini. Kita bisa membedakan mana manusia dan mana rubah jika menggunakan pentungan ini.”
“Pentungan itu!”
Orang-orang yang berkumpul, membuka mata dengan lebar dan menatap pentungan itu sebagai benda yang luar biasa.
“Tentu saja. Semua berkat pentungan ini, aku bisa menangkap dan memukul rubah itu.”
Penjual garam mengangkat pentungan itu lebih tinggi dan semangat menggebu-gebu.
“Kalau begitu, ayo kita beli pentungan itu!”
Yang paling pertama maju adalah pemuda kecil yang tadi bertanya kritis kepada penjual garam.
“Maaf, bagaimana mungkin benda yang berharga ini dijual begitu saja?”
Walaupun si penjual garam tadi berkata bahwa sulit untuk menjual kipasnya, namun ternyata dalam otaknya ia berpikir dengan serius berapa harga yang pantas ia dapatkan dalam waktu yang sesingkat itu.
“Jual saja kepadaku karena aku akan memberimu banyak uang.” jelas pemuda itu.
“Tak bisa. Ini adalah hartaku. Aku tak bisa hidup tanpa benda ini. Aku hanya punya benda ini.”
Penjual garam memegang teguh pendapatnya untuk tak menjual pentungan itu.
“Jual saja kepadaku karena aku akan membayar sebanyak apapun.”
Penjual garam sepertinya menyerah dengan kata-kata pemuda tadi. Kemudian ia berkata,
“Kalau begitu, berapa banyak yang akan kau berikan?”
“500 nyang (mata uang won Korea pada zaman dahulu)”
Dada penjual garam berdegup kencang. 500 nyang katanya. Seumur-umur, ia tak pernah melihat uang sebanyak itu. Namun, beberapa saat kemudian, si penjual garam itu berubah pikiran. Ia pikir bahwa benda itu tak bisa diperjualbelikan.
“Apa maksudmu? Ini adalah hartaku, bagaimana bisa uang 500 nyang menggantikannya?”
Pemuda itu berani menawar sekali lagi,
“Kalau begitu, aku akan beli seharga 100 nyang.”
Penjual garam menggelengkan kepalanya seraya berpikir tapi ternyata benar juga.
“Kalau begitu, berapa yang ingin kau dapatkan?” pemuda itu menatap lurus seraya bertanya kepada penjual garam.
“Maaf, apa kau mau menjual benda ini? Kau kan banyak urusan, jadi jual sajalah. Kalo tak bersedia, ya sudah, sudahi saja semua ini.”
Si penjual garam sebenarnya ingin menolak tawaran itu, tapi ia begitu bingung.
“Kalau begitu akan kujual seharga 1000 nyang.”
“Baiklah kalau begitu.” kata pemuda tadi. Ia berpikir bahwa hal itu adalah keputisan yang tepat walaupun dirinya sedikit merasa sayang pada uangnya.
Penjual garam mendapatkan uangnya dari pemuda itu sebanyak 1000 nyang. Kemudian, ia berikan pentungan itu seraya kabur dengan cepat meninggalkan tempat itu.
Pemuda yang telah membeli pentungan dari penjual garam tadi, berniat untuk menangkap rubah dengan semangat menggebu-gebu. Hal tersebut karena ia memiliki sebuah benda yang bisa mengetahui dengan cepat mengetahui apakah seseorang itu seekor rubah atau bukan.
Sesuai perkataan si penjual garam bahwa orang yang membawa pentungan itu akan bisa membedakan mana rubah yang bisa mengubah diri menjadi manusia. Ia pergi ke tempat yang ramai akan orang-orang sambil membawa pentungan. Ia tak menemukan seekor rubah pun walau sudah membawa pentungan itu.
“Benar juga. Itu dia!”
Pemuda itu menemukan ide yang hebat seraya memukul ringan lututnya. Di rumah duka itu, banyak orang yang memakai baju sutra. Ia sudah mencoba memukul para bangsawan yang tak terlalu tinggi jabatannya dan tak terlalu terhormat itu yang ternyata bukan rubah. Berarti rubahnya adalah para bangsawan dengan pakaian sutra dengan jabatan lebih tinggi dan terlihat lebih sopan dan terhormat. Itulah rubahnya. Begitu pikirnya sehingga pemuda itu banyak mendatangi tempat ramai di mana terdapat banyak bangsawan terhormat. Di sana,  ia memukuli mereka menggunakan pentungannya.
“Kau! Bedebah tengik yang terlempar dari mana kau?”
Pemuda itu mengira bahwa segera setelah dipukul dengan pentungan, bangsawan itu akan langsung berubah menjadi rubah. Bukankah dirinya telah memukuli bangsawan dengan jabatan tinggi.
Setelah itu, beberapa pemuda berbadan besar membawa dan mengikat pemuda itu.
“Seret laki-laki ini ke pemakaman! Laki-laki ini telah menganggu perkumpulan kita di tengah hari bolong!”
Sambil mendengar teriakan orang-orang, pemuda itu akhirnya menyadari bahwa orang-orang yang sudah dipukulnya tadi bukanlah rubah. Ia pun akhirnya mengetahui bahwa pentungan seharga 1000 nyang yang telah ia beli dari penjual garam waktu itu adalah palsu dan bohong belaka.

SUMBER: 제주도 이야기 2 karya 현길언

Anak Selir yang Baik Hati


Zaman dahulu kala pada sebuah keluarga, seorang anak laki-laki terlahir dari rahim seorang istri kedua sehingga hiduplah seorang anak selir. Akan tetapi, di dalam hubungan keluarganya, anak ini diperlakukan seperti seorang anak pungut.
Pada saat itu, sang  istri pertama melahirkan seorang anak laki-laki sehingga munculah diskriminasi yang amat parah antara anak istri pertama dan anak selir. Sang anak selir mendapatkan diskriminasi yang parah dari saudara-saudaranya. Ia sampai berpikir, beruntung dan lebih baik kiranya jika ia menjadi anak pungut sungguhan saja. Ketika upacara Jesa (upacara penghormatan kepada leluhur) atau ketika ia datang berkunjung ke rumah tempat kelahirannya pun, ia menyesalkan sikap keluarganya, perlakuan dingin yang sama sekali tidak berubah sejak dulu.
Pada saat upacara Jesa, si anak selir tidak bisa ikut serta duduk bersama ayah dan para saudaranya untuk memberi sesajen kepada leluhur. Ia hanya bisa berdiri seorang sendiri di halaman dan sudah terbiasa dengan hal itu. Oleh karena itu, ia meratapi keadaannya yang tiada akhir. Walaupun begitu, ia sangat sayang kepada leluhurnya dan ia sangat baik hati. Walaupun dihina, namun ia tidak pernah melupakan kapan waktunya upacara Jesa dan ia akan berjalan dari tempat yang jauh untuk bisa hadir di dalam upacara itu.
Pada suatu hari. Seperti biasa, si anak selir berencana untuk datang ke upacara Jesa yang diadakan di rumah tempat kelahirannya. Oleh karena itu, ia berangkat dari rumah lebih pagi. Semenjak pagi, cuaca yang mendung membungkus jalanan sehingga membahayakan. Lalu, tiba-tiba hujan mulai turun.
Ia kembali ke arah selatan untuk menghindari hujan, namun ia mendapati tiada tempat berteduh. Setelah pergi ke sana ke mari, ia hanya menemukan sebuah makam yang tiada berbatu nisan dan ditumbuhi banyak rumput liar.
Di sana, terdapat semak-semak berduri dan pepohonan yang rimbun sehingga ia bisa sebentar untuk menghindar dari hujan. Sambil menunggu hujan reda, ia mengambil semak-semak menggunakan sabitnya, kemudian semak-semak itu ia jadikan tempat duduk untuknya sebentar beristirahat. Begitulah ia sambil menunggu hujan reda.
Hujan terus mengguyur dalam waktu yang cukup lama. Di tengah penantian akan hujan yang reda, si anak selir pun tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi aneh.
Seorang kakek tua berambut putih muncul dalam mimpinya, kemudian berkata, “Aku adalah orang yang dikubur di makam ini. Kau telah membuat rumahku bersih. Budi baikmu terlalu besar sehingga aku tak bisa membalas semua budi baikmu. Hari ini bukan hari ketika kau akan datang ke upacara Jesa ayahmu. Akan tetapi, hari ini adalah hari ketika kau akan duduk bersama di tempat Jesa bersama ayahmu.”
Setelah mengatakannya, kakek itu tiba-tiba menghilang. Si anak selir terbangun dari tidurnya dan menyadari bahwa itu hanya mimpi. Ia bergegas bangkit dari tempat itu sambil memikirkan mimpinya yang aneh. Tidak disadari, hujan pun reda dan matahari sudah berada di arah barat. Si anak selir sekali lagi bergegas melangkah ke desa tempat perhelatan upacara Jesa.
Tak lama berjalan di daerah kota Seogwipho, terdapat sebuah desa Hyodon. Di sebelah timurnya, terdapat sungai yang besar. Hujan yang turun membuat sungai jadi meluap. Saat itu, ia mencari sesuatu yang dapat membantunya menyebrangi sungai itu. Ketika mencoba mencari ke sana ke mari, ia melihat ada seekor rusa kecil di tengah sungai yang meluap itu. Rusa kecil itu sedang ingin menyebrang, namun ada batang kayu yang menghalanginya. Saat itu, si anak selir langsung teringat pada perkataan si kakek tua dalam mimpinya.
“Ternyata ini... inilah hal yang telah dikatakan kakek itu...,”
Si anak selir merasa sangat senang. Akhirnya, ia memanggul rusa itu di punggungnya dan membawanya ke tempat upacara  Jesa. Semua sanak keluarga yang berkumpul terkejut. Mereka terkejut karena si anak selir tiba di rumah saat tengah malam, di tambah lagi dengan datang bersama seekor rusa di punggungnya. Mereka jadi tambah tak mengerti. Para pemimpin upacara Jesa memanggil si anak selir ke dalam dan menyuruhnya menghadiri upacara  Jesa. Mereka menghaturkan ucapan terima kasih yang mendalam kepadanya.
Keesokan harinya, di tengah perjalanan, si anak selir datang ke makam sekali lagi. Ia membersihkan makam dengan kesungguhan hati. Ia pun memangkasi semak-semak berduri dengan waktu yang lama. Kemudian, ia menemukan batu nisan milik makam itu. Akhirnya ia pun mengetahui bahwa ternyata leluhurnyalah yang dimakamkan di situ, leluhur asli yang membawa garis keturunan. Kemudian, si anak selir memberitahukan hal itu kepada keluarganya. Oleh karena itu, keluarganya menaruh rasa hormat yang dalam kepada si anak selir.   

SUMBER: 제주도 이야기 2 karya 현길언

Kamis, 10 Mei 2012

Silaturahmi ke Rumah Bu Usmi ^_^ (191111)

Entah dari kapan sebenarnya mau menyimpan semua ini di dalam blog, hehehe. Supaya bisa jadi kenang-kenangan nantinya ketika sudah lulus kuliah... Akhirnya ada waktu juga...^ ^

Angkatan 2009, diundang ke apartemennya salah satu dosen paling oke, Bu Usmi di daerah (diam sesaat, lupa, sebentar, mikir dulu, hehe...) oh, iya... MOI ! Kejadian lucu sudah terjadi ketika rombongan pertama sudah tiba di rumahnya Bu Usmi, ketika naik lift, kami diusir keluar karena tidak punya kartu khusus. OMG! Akhirnya, kami telepon Bu Usmi dan mengadukan semuanya... hahaha!


(kami dan Bu Usmi)

(waktu itu, saya ngidam banget buat bikin kimbab... akhirnya kesampaian ^ ^)

(gulung-gulung~~ asiknya buat kimbab~~)

(sebenarnya yang ini bukan hasil bikinan saya, hehe. ancur begini bikinan zaki... *pis, zak! hehe... bikinan saya bagus lho~)

(yang sudah jadi ada tteokpokki, jabchae, ayam, dll)

(makan! ^ ^)

(sambil ngintip foto walimahannya Bu Usmi :p)

(hari pun berubah menjadi malam... indah banget kalo lihat pemandangan ke luar, 
jadi istana inspirasi banget nih kalo nulis di sini ^ ^)

(sementara itu, archie kita suruh motong mangga, bwahahaha *ketawa raksasa)

(kimchi!)

*semoga ketika saya sudah jadi dosen nanti, juga bisa silaturahmi seperti ini... ^ ^


Minggu, 18 Maret 2012

DIALOG KONYOL PEMUDA KOREA

Siang itu, saya dan kedua teman saya sedang duduk-duduk santai di depan gedung 5. Kami bertiga menunggu kelas Bahasa Inggris Akademik. Kelas itu baru akan dimulai sekitar setengah jam lagi. Kami pun mengobol ke sana ke mari. Joget ke sana joget ke sini. Lho? Jangnan![1] Hehehe! Hmm, kami punya alasan kenapa mengambil mata kuliah pilihan itu. Semua itu karena sebuah virus bernama virus linguistik! Virus itu telah menjalar dan menyerang otak sehingga menciptakan sebuah penyakit baru, lebih baru daripada H2N1. Hehehe! Penyakit itu bernama alih kode!

Begini singkatnya, kalau kami ingin menyebut kata ‘study’ maka kata yang akan keluar dari mulut adalah ‘gongbuhada’. Istilah buruknya, kami jadi sedikit amnesia untuk bahasa Inggris karena mempelajari bahasa lain. Oleh karena itu, kami butuh vaksin bahasa Inggris~. Hehehe! Sekali lagi, vaksin! Sebenarnya, menurut dosen linguistik sendiri, alih kode itu memang ada dan normal menyerang para aktivis bahasa. Enggak hanya mahasiswa, bahkan salah satu dosen di jurusan kami mengaku menderita penyakit yang sama! Padahal S1 beliau adalah prodi bahasa Inggris!

Hanenim[2], saya tolong sembuhkanlah penyakit kami ini...,” doa saya sambil mengangkat tangan bergaya Sulis Cinta Rasul.

Tiba-tiba, kami didatangi oleh sesosok pemuda sipit tampan berkaos abu-abu. Ia datang bersama dua orang Indonesia. Kemudian mereka memberikan semacam flyer berisi undangan acara yang bertajuk Korean Day di gedung 4.

“Hi, (sambil menyodorkan cincin kawin, eh maksudnya si flyer itu) Korean Day...” kata pemuda itu dengan bahasa Inggris.
“Heh? Oh...” sambil melihat-lihat dan membolak-balikkan kertas itu. Siapa tahu ada cincin kawin terselip.             
“Emm, you know... song ‘nobody’? Wonder girls?” tanyanya.

Saya mengangguk perlahan sambil menyunggingkan senyuman maut. Tiba-tiba, di luar perkiraan, pemuda itu malah tak segan-segan menyanyikan lagu tersebut sambil menari seksi. Hahaha! Yang kedua bohong! Setelah mendengar konser kecil-kecilan pemuda itu, akhirnya saya menjawab dengan bahasa Korea saja.

“Oh, arrasseoyo..., (oh, saya tahu...,)”          
“Wuah! Your pronounciation is good!” kata pemuda itu dengan jempol besarnya.
Anniyeyo. Jal mothamnina..., (enggak, kok. Biasa saja...,)” jawabku kaget.

Loh, kok pemuda itu menjawab dengan bahasa Inggris LAGI? Jelas-jelas saya sudah membalasnya dengan bahasa Korea tadi! Penyakit alih kode makin membuat otak saya konslet. Kepala saya jadi nyut-nyutan. Sumpah!

Jeon hanguk hagwa. Jae chingu... (saya mahasiswa prodi Korea. Ini teman saya...)” kata saya sambil menunjuk-nunjuk Ajoshi.
I hang nyeon... (tingkat dua...)” tambah saya.
“Heh? I rang nyeon? I hang nyeon? (heh? Tingkat satu apa tingkat dua?)” tanyanya lagi. Ya ampun, budek ya sepertinya ini orang!
I hang nyeon! “ kata saya lagi, kini sambil memberi angka dua dengan tangan.
“Oh, what is your majoring?”

GLEKK!

Sumpah budek ya nih orang? Tadi kan saya sudah bilang!!!! Arrrghhh! Untung saja pemuda itu tampan... jadi saya senyum-senyum saja padahal dalam hati sudah mau cekek lehernya saja dari tadi. Mau bilang hanguk hagwa[3] lagi, nanti dia tanya lagi. Daripada nyut-nyutan lagi lebih baik saya jawab saja...

“Korean studies!” nah lho, bingung dah dia sekarang. Apa bedanya Korean studies dengan hanguk hagwa. Hahaha!
“Oh, you know Yayah?” tanyanya lagi.
“Yayah?” inilah salah satu kehebatan bahasa Korea. Kalau enggak tahu apa artinya, katakan saja lagi kepada lawan bicara dengan intonasi naik.
Uri hubae!” kata Ajoshi (bukan nama sebenarnya) tiba-tiba. Dasar itu anak! Ke mana saja dia??! Bertapa??! Saya sudah pusing tujuh keliling mengobrol dua bahasa dengan pemuda ini sampai otak mendidih. Eeeh, dia baru muncul! Haduh haduh!
"She is my friend..." tambah Ajoshi.
"Ohh..."
“Emm, so you’re BIPA?” tanya saya. BIPA adalah program kursus bahasa Indonesia untuk orang asing di kampus. Akhir-akhir ini kebanyakan orang Korea yang datang belajar ke kampus. Jadi, di kampus serasa di Korea. Hehehe!
“BI...?? what??”

Nah lho, sekarang jadi saya yang bingung bagaimana menjelaskan tentang BIPA kepada pemuda ini. Seperti pemadam kebakaran saja, bagian lain otak saya memberikan sinyal darurat tit-tut-tit-tut. Itu suara sinyal darurat apa suara kentut yang ditahan? Hemm, saya segera menoleh ke Ajoshi, mengedip-ngedipkan mata meminta bantuan. Gyaaa! Anak itu sekali lagi enggak menghiraukan saya. Ya, ampun! Anak itu malah terlihat asyik mengobrol bersama Lao Tse (bukan nama sebenarnya juga). Kalau Lao Tse, dia bukan anak prodi Korea, melainkan prodi Cina. Jadi, saya enggak bisa mengharap banyak darinya. Akhirnya, saya phogihae[4] dan bertanya kepada salah satu teman pemuda itu yang kelihatannya orang Indonesia.

“Mbak! Ini acara anak BIPA ya?”
“Oh, bukan... ini acara mahasiswa Korea yang datang ke Indonesia...,”
“You have to come!” kata pemuda berkaos abu-abu itu kemudian.
“Eh? Ne... ne..., (eh? iya... iya...,)”
Saya hanya bisa mengatakan itu sambil manggut-manggut seperti burung merpati. Sebenarnya saya ingin menanyakan namanya, tapi saya bingung. Maklum, otak saya masih konslet. Kami senyam senyum saja berdua seperti orang gila. Ajoshi yang duduk di depan benar-benar keterlaluan! Akhirnya, pemuda itu pun pamit dan pergi sambil tersenyum manis. Hehehe! Dari rona kedua matanya, terlihat ia sangat mengharapkan kedatangan diri saya yang cantik dan menggemaskan ini. Hahaha!

Beberapa saat kemudian, teman saya yang lain, sebut saja Megi muncul. Ia datang kemudian melihat kertas flyer di tangan saya. Megi memberi tahu bahwa kata dosen kami, anak prodi Korea wajib datang ke acara itu. Singkat cerita, kami semua datang ke acara itu. Saya sempat berfoto dengan pemuda berkaos abu-abu yang sukses membuat otak saya konslet itu. Kemudian, ia menyampaikan terima kasihnya karena sudah menyempatkan datang. Hehehe...








[1] Bercanda!
[2] Ya Allah
[3] Prodi Korea
[4] Menyerah

Minggu, 20 Februari 2011

Finally! Go to the JIKS!


Friday, 18th February 2011

Assalamualaikum. Hi.

This sunny Friday, I went to Jakarta International Korean School in Cipayung. It’s so close from my home. When I was in Senior High School, my public transportation car was always passed the road in front of that big school building. In the past, I just can see that building but this day I came in to that place. Finally! I was so happy, haha. Btw, I got some applying form for TOPIC test. It’s similiar with TOEFL test in English but TOPIC test is for Korean. That test will be held on 17th April 2011 next.

First thing that I saw on the front gate was a sad thing. You know, there were a lot of Indonesian men. First, I thought they got the same problem with me, would put the applying form. But, some minutes then, I knew that people were drivers. Yap, for the Korean little children who were back from schooling that time. I’ts kindergarten or elementary, I thought. It was funny to see them but it was so sad to see on my back, the drivers. They have to be a person in the low strairs in their own country. So sad, right?      

That school is dived into some building. It has a big sportfield and on the corner there is a kindergarten playing area. I went to the administration room and apply to the officer. In that room, there were Korean and Indonesian too. I met two Bandung girls there who wanted to join the TOPIC test too. One girl used jilbab and the other with short hair. It was nice to met them.

I hope the test will give me more capability and good experience. One thing that I still think until this time is... how can the Korean are so many in my country?