Kamis, 25 Desember 2014

Nikah: #keepgoingtotherightpath

Assalamualaykum! ^^ What's up? Hehehe...

Buat seumuran saya, kata 'nikah' benar-benar sesuatu hal yg bisa panjaaang banget buat dibahas sama teman-teman. Buat cowok ataupun cewek. Secara biolologis, ya memang sudah waktunya. Tapi, menurut saya bahwa ilmu tentang 'nikah' ini enggak main-main lho. Ilmu pranikah itu harus kita (para single fighters) pelajari. Waktu sekolah+kuliah sih saya masih bodo amat sama yang beginian (baca: ilmu pranikah) karena fokusnya memang sudah berbeda. Waktu sekolah kan fokusnya belajar terus skripsi nilai A hehehe...

Waktu pun berlalu. Mau enggak mau, seorang anak memang akan tumbuh dewasa. Mau enggak mau, memang sudah kodratnya bahwa seorang cewek akan jadi seorang istri+ibu dan seorang cowok akan jadi seorang suami+ayah. Nah, saya dapat inspirasi daris sebuah artikel, di situ kira-kira ditulis “kamu enggak mau khan jadi orang tua yang biasa-biasa aja?”. Hmm… calon ibu, harus belajar bagaimana caranya menjadi ibu yg baik dan calon ayah juga begitu. Oke, kayaknya kejauhan. Sebelum jadi seorang ibu dan istri atau suami dan ayah, kita harus belajar cara berkenalan yang baik.

Apa itu? Kenalan mah kenalan aja keleus! Emm, saya pribadi enggak setuju sih. Kalau kenalan buat tujuan pernikahan, wew jangan main-main, Sob! Adanya nanti malah terjerumus ke dalam pacaran sebelum nikah. Kalau kenalan buat sekadar silaturahmi pertemanan sih ya enggak apa-apa. Karena pasti enggak bakal mainan hati, nah kalau kenalan buat tujuan nikah? Okay, pernah dengar kata ‘Taaruf’? Itu sama, artinya kenalan, cuma ya dari bahasa Arab. Kalau di bahasa Koreanya: sogaething. Terus, cara berkenalan yang baik ini menurut saya, enggak bijak kalau seorang cowok kenalan dengan seorang cewek tanpa perantara. Walaupun niatnya baik, tetep kan enggak ada yang jadi penengah. Maka, syarat kenalan yang baik ini adalah: serius di antara kedua belah pihak, adanya orang ketiga dan batas waktu (katanya sih 12 minggu, bisa kurang bisa lebih, asal jangan kekurangan atau kelebihan, karena sekali lagi, kita lagi ngomongin sebuah ibadah yang sangat besar: nikah, jadi harus serius, hehehe…)

Akhir tahun 2014 ini saya baru mulai belajar ilmu pranikah~ hehehe. Saya langsung beli 2 buku ^^ Hmm, dan saya berniat buat nikah di tahun depan. Agak kaget juga kenapa tiba-tiba ‘niat’ itu muncul. Padahal targetnya dulu di buku agenda itu akhir 2016 atau awal tahun 2017. Bukan karena iri melihat teman-teman yang sudah nikah. Hei, nikah khan bukan lomba lari! Ya, dengan menikah, saya ingin lebih menjaga diri dan memiliki teman hidup yang bisa saling menyemangati dalam ibadah. Sekarang niatnya baru dua itu sih. Semoga nanti setelah belajar ilmu pranikah jadi tambah banyak niat baiknya. Saya tahu, pasti orang yang niatnya baik bakalan dibantuin sama Allah. Pasti ada aja caranya ketemu jodoh itu. Yg penting kita usaha dengan cara yang baik dan berdoa. #klisetapibenar

Jujur saja, saya baru merasa menjadi cewek itu ketika SMP, ketika masa akil baligh sudah datang. Sebelum itu, saya suka membayangkan kalau diri saya itu adalah cowok. Jadi suka manjat pohon, balapan sepeda, main gulat sama adek cowok, jalan ngengkang, dsb. Namun ketika sudah masa akil baligh, perasaan jadi lebih sensitif. Mungkin karena hormone yang berubah. Tapi tetap saja, teman-teman di SMP memilih saya sebagai kandidat lari maraton ㅠㅜ padahal tenaganya tak sekuat dulu...

Nah, pun ketika menjadi seorang istri, saya pasti akan lebih sensitif lagi. Ya, sensitif terhadap apapun. Apalagi terhadap suami kelak. Em, ngomongin istri+suami, tugas saya sekarang adalah belajar tentang hak+kewajiban keduanya. Selain itu, juga tentang apa tujuan berumah tangga. Ya, mau dibawa ke mana RT nya. Mau model gimana. Hmm banyak banget yang harus dipelajari sampe ibu saya bilang "kayaknya enggak perlu deh, di dalam pernikahan itu terkadang ada hal-hal yg muncul spontan". #SPONTAN! UHUYYY!

Tapi saya kekeuh ingin mempersiapkan semuanya. Teorinya dulu enggak apa-apa. Walaupun belum ada calon. Allah kan Maha Melihat dan Maha Mendengar. Allah juga enggak bakalan menyia-nyiakan orang yg berbuat baik. Pasti. Adaaa aja jalannya... Berbaik sangkalah sama Allah. Kalian juga pasti ada banyak yang sependapat sama saya. Iya, khaaaaan? Hehehe.

Hmm, tentang calon… Ternyata kita harus buat kriterianya. Dan sambil buat kriterianya, kita harus berkaca sama diri sendiri. Menurut saya, kriteria yang ketinggian itu namanya lupa diri, kriteria yang terlalu rendah itu namanya rendah diri, kriteria yang setara itu namanya bijak, serta kriteria yang agak sedikit di atas kita itu harapan dan doa. Apalagi, buat calon istri, kata ulama, diusahakan ambil calon suami yang setara atau di atas kita, namanya juga buat imam dan pemimpin dalam keluarga. Nah, kalau calon suami, boleh ambil calon istri yang di bawahnya dengan niat memperbaiki istrinya kelak. Jadi, marilah kita berkaca dulu sebelum buat kriteria. Pahami diri sendiri dulu, baru tulis kriteria dan berdoa sama Allah.

Buat saya pribadi, ada beberapa kriteria yang wajib dipenuhi. Yang jelas laki-laki yang baik Islamnya/hanif, sehat jiwa raganya (macho dan enggak melambai), baik penghasilannya, enggak merokok dan enggak botak kepalanya. Saya enggak suka kepala botak soalnya mirip tuyul kkkk. Itu sih baru beberapa, kriteria yang lainnya segera menyusul hahaha.
  
*Saya ingin me-manage semuanya dengan baik. Apalagi me-manage sebuah pernikahan, yang nantinya akan dikasih amanah berupa anak-anak. Nah, karena sifat saya yang perfeksionis dan terstruktur kayak gini, sepertinya saya butuh calon suami yang sifatnya agak santai, biar saya enggak stress hahahaa

Senin, 08 Desember 2014

My Experience! Ujian TKD dan Psikotes Kemenkeu 2014


Assalamualaykum!

Baru saja saya dapat pengumuman hasil Psikotes CPNS Kemenkeu 2014. Dengan rahmat Allah, saya belum lulus ^^ Alhamdulillah. Pasti ada yang lebih hebat dan lebih baik di belakang itu semua. Ketika segala usaha sudah dilakukan semaksimal mungkin, ketika diri ini sudah bertawakal kepadaNya, apapun hasilnya… minumnya the botol sosro, eh salah, maksud saya… apapun hasilnya pasti membuat saya bahagia. Ini enggak bohongan, suwer tekewer kewer deh, hehehe. Oia, sebelumnya terdapat 15 finalis yang lulus TKD (saya finalis ke-15 hahahaha). Ke-15 finalis tsb berhak maju ke babak berikutnya, yaitu Psikotes. Dari 3 formasi yang dibutuhkan, ternyata hanya ada 2 orang yang lulus dan berhak maju ke babak bonus (Tes Kesehatan dan Wawancara), satu dari UI, satu dari UGM. Yang dari UI itu senior saya anak 2007, sebelumnya pernah melihat dia di KTO ketika saya wawancara di situ tahun lalu (wawancara supergoblok karena boleh dibilang enggak persiapan sama sekali)

Tapi tetap, sesuai niatan dan janji saya di posting sebelumnya, saya akan sharing pengalaman saya ikut ujian TKD dan Psikotes. Here we go… syuuung~

TKD waktu itu dilaksanakan di kampus STAN Bintaro. Waktu pengambilan kartu, saya mengambilnya di STAN juga di gedung D. Nah, kalau TKD di gedung C atau L (saya lupa, antara itu pokoknya). Intinya, di dalam gedung yang ada lab komputernya. Sistem tesnya CAT, jadi pakai komputer dan nilainya bisa langsung diketahui setelah selesai. Persiapan yang harus dilakukan, ya… BELAJAR. Beli buku persiapan di toko buku. Seriously, this is worth! TKD itu ada 3 bagian: TIU, TWK, dan TKP. DI buku persiapan itu juga pasti diberitahu tips-tipsnya deh. Pokoknya harus cari buku yang bagus ya.

Sebelum masuk ke gedungnya, saya mendengar pengumuman agar peserta melakukan solat ashar terlebih dahulu karena TKD sesi sore akan dilaksanakan pukul 15.00 sampai sore. Selain itu, peserta yang belum menggunakan pakaian rapi (kemeja dan no jeans serta sepatu), tidak boleh memasuki gedung. Bapak-bapak petugasnya ramah-ramah deh. Setelah solat, saya dan peserta lain mengantri untuk mendapatkan cap di tangan tanda registrasi. Saya mendapat kelompok 6, petugasnya ibu-ibu (kelihatan mengantuk, jadi tidak seru, cuma begitu-begitu saja: cek kartu dan KTP-cap-selesai). Saya iri dengan kelompok 5, petugasnya mas-mas ganteng, hahahaha! Terus diajak mengobrol sambil bercanda juga. Ih, seru banget deh!

Setelah mendapatkan cap di pergelangan tangan (serasa di Dufan deh sumpah), saya diarahkan ke area lebih dalam gedung. Di situ ada 3 orang petugas lagi, peserta disuruh duduk sesuai ruang kelompok. Kelompok saya terakhir masuk ruangan huhu. Merasa di-anaktiri-kan nih, hehehe.  Okay, singkat cerita, kami duduk menunggu lalu masuk ke ruang ujian. Saya mengerjakan dengan cekatan waktu itu. Alhamdulillah lulus TKD.

Beberapa waktu kemudian, Tes Psikotes dilaksanakan di Kantor Dirjen Bea Cukai Jalan Ahmad Yani. Wah, baru pertama nih pengalaman psikotes CPNS. Banyak sekali lho tesnya. Dan yang paling buat mual adalah Tes Koran. Benar-benar segede koran kertasnya. Ada satu jenis soal yang tidak ada di dalam buku persiapan saya. Agak pusing juga itu. Saya paling suka Tes Kecepatan Berhitung karena sudah tahu trik-triknya dari buku persiapan hehehe. Selain itu juga disuruh menggambar. Saya juga sudah mempersiapkan dan latihan di rumah. Saya gambar pohon rambutan dan seorang koki (belum selesai itu gambarnya hadoooh).

Saya bawa dua buah roti untuk makan siang. Pas sekali karena waktu istirahat dan solat hanya sekitar 30 menit saja. Masjidnya adem sekali dan serasa damai di sana sampai membuat saya lupa kalau sedang ujian hahahaha. Dikira sedang ikut kajian. Selain berbagai tes psikologi, kami juga disuruh mengisi data diri dan beberapa kelebihan serta kekurangan (yang ini belum persiapan huhuhu). Psikotes waktu itu tidak secekatan TKD. Akhirnya, saya tidak lulus. Masih ada yang lebih baik daripada itu pastinya. Skenario Tuhan kan lebih baik dari keinginan kita. Oia, ada kejutan super ketika saya dan peserta yang lain mengerjakan Tes Koran. Saya dan seorang perempuan di sebelah kiri saya sama-sama bengong dan tersenyum kaget melihat kertas sebesar itu. Waktu mengerjakan, mata saya agak melirik ke sebelah kanan. Wow seorang peserta laki-laki (lumayan ganteng hehehe) cepat sekali mengerjakannya. Apalagi peserta perempuan berjilbab lebar yang ada di depan saya. Dia minta kertas lain saat saya masih belum slesai dengan setengah pekerjaan saya. Hahahahahaha….

Satu lag hal yang paling berkesani, waktu berangkat ke lokasi ujian, saya minta diantar bapak saya yang kerjanya di BKN, lumayan kan sejurusan. Tapi waktu pulang sendirian. Intinya belum tahu mau naik angkot apa yang jelas bus atau angkot yang menuju UKI atau Cililitan. Kalau sudah sampai situ sudah aman deh. Jadi saya itu SMA nya dulu di Cililitan, so kalau sudah di daerah situ mah merasa deket rumah (padahal jauh banget kkk Cibubur VS Cililitan). Ketika sedang menunggu angkutan umum, eh tiba-tiba ada perempuan tanya kalau ke Jatinegara naik apa. Nah lho saya juga tidak tahu. Entah bagaimana nasib perempuan itu waktu itu setelah saya naik bus jurusan PGC hehehe. And… di dalam bus saya diajak mengobrol oleh dua orang pengamen bertato. Serius itu saya membeku di tempat. Serem. Saya jawab singkat-singkat saja sambil istigfar dalam hati. Takutnya modus penghipnotisan -.-

Sesampainya di PGC, saya ke Hokben untuk merayakan ke-selesai-an Psikotes hari itu. Apapun masalahnya, pelarian saya cuma ke Hokben… hahaha. Beneran ini.

Ya begitulah pengalamannya. Akhir kata... Wassalamualaykum ^^
Pengalaman mau baik atau buruk adalah pengalaman, yang bisa membuat kita tambah bijak tambah dewasa dan tentunya tambah kaya pengalaman… #ceilah