Tampilkan postingan dengan label ISLAM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ISLAM. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Oktober 2016

Eksistensi Diri dan Bentuk Pengabdian Diri

Assalamualaykum!

Futur. Satu kata ini sangat sederhana, namun berdampak begitu durjana. Bagi kita, bagi manusia. Setiap diri pasti pernah merasa futur sehingga menyebabkan kadar keberimanan kita turun (tidak termasuk para nabi, sahabat nabi, wali, dan ulama yang Allah kehendaki). Sungguh celaka dampaknya! Yang biasa tilawah satu juz jadi hanya setengah juz. Yang biasa setengah juz jadi hanya dua lembar. Yang biasa dua lembar jadi lupa membaca Al Quran. Padahal, salah satu obat hati agar senantiasa lembut dan jernih adalah dengan membaca Al Quran serta berusaha pahami maknanya.

Pun manusia yang menuliskan tulisan ini sesungguhnya amat sering merasa futur. It's normal. But too dangerous to keep it too long. Pernah merasa tak bergairah saat beribadah? Saat akan solat misalnya? Saya sering. Terkadang merasa kegiatan solat itu seperti rutinitas yang membosankan. Parah sekali, ya? Padahal tujuan Allah menciptakan diri kita untuk beribadah, lho. Seperti yang sudah kita pahami. Beribadah banyak macamnya. Ada yang bentuknya vertikal langsung kepada Allah, seperti solat dan puasa. Ada pula yang horizontal misalnya zakat dan berbakti kepada orang tua. Ujungnya memang kepada Allah juga. Namun, harus melewati mahluk Allah dulu.

Dari Allah untuk Allah. Eksistensi atau keberadaan diri kita semata-mata karena Allah sekaligus untuk Allah. Maka, jika ibadah dipandang sebagai rutinitas belaka... bukankah itu sama saja dengan durhaka? Ibadah adalah bentuk pengabdian diri yang paling utama. Dan turunan dari variasi ibadahnya banyak. Seperti yang sudah dibahas tadi. Bahkan, tersenyum kepada saudara juga termasuk ibadah. Membaca basmalah sebelum makan juga ibadah. Menahan diri dari melakukan hal yang buruk juga ibadah. Bayangkan betapa indahnya jika keseharian kita semua bernilai ibadah. Tak hanya saat ibadah wajib seperti solat. Bayangkan jika setiap desah nafas dan derap langkah kita dihitung ibadah. Hanya kepada Pencipta diri mengabdi. Bukan manusia. Bukan mahluk lainnya.

Senang rasanya jika hati kembali lembut. Ketika Allah kembali menyambut. Tak ada yang paling menyenangkan selain pelukan dari Allah lewat perasaan tenang selepas beribadah atau perasaan nyaman selepas memutuskan suatu perkara yang sebelumnya menyertakan Allah. Ketenangan hati. Tanda dari futurnya sang futur.

*semoga menginspirasi :)

Minggu, 09 Oktober 2016

Stop Jadi Orang Munafik Adalah Pilihan Terbaik!


Berhenti menyalahkan apapun dan siapapun merupakan pilihan terbaik. Sadar akan kesalahan dan kembalilah menjadi orang yang baik juga merupakan pilihan terbaik. Melalaikan Tuhan adalah sebuah kejahatan teredan! Tuhan bisa melakukan apapun kepada diri ini. Hal terseram yang tak pernah sedikitpun terbersit dalam pikiran. Berhenti menjadi lilin yang menerangi sekitar, namun melelehkan diri sendiri. Berhenti sibuk melakukan pencitraan di dunia maya. Berhenti adalah pilihan terbaik. 

Lakukan apa-apa yang menjadi impian di masa lalu dan masa kini. Lakukan dengan fokus, ikhlas, dan taqwa tanpa batas. Lakukan adalah pilihan terbaik.

Menangkan semua ujian-Nya! Tuhan akan mendukung selama diri ini bertahan di jalur yang benar. Menangkan iman di atas nafsu yang membara. Menangkan iman dan tendang saja para pembisik hina yang sudah Tuhan usir dari Surga. Abaikan mereka. Sesungguhnya mereka adalah musuh yang nyata. Dan dirimu begitu terlalu mulia untuk mempercayai kaum mereka. Menangkan dan jangan sampai diri menyesal. Menangkan dengan iman. Menangkan adalah pilihan terbaik.


Kamis, 25 Agustus 2016

Rejeki Anak Solehah: Konser Maher Zain “One” 2016

Assalamualaykum, semuanya~ Ketemu sama saya lagi~ Sitsol yang paling kece, hohoho. Apa kabar hari ini? Wah kalau saya, akhir-akhir ini lagi sibuk banget sama yang namanya… masuk angin. Hehehe. Mungkin saya lelah #tsah #abaikan.

Okay, hari ini saya mau share pengalaman nonton konser Maher Zain. Konsernya di Indonesia digelar di beberapa kota besar. Salah satunya, ya pasti ibukota tercintah kitah, Jekardah ~ (*ceritanya dialek British, jayus ya? biarin weeek :p)

Beberapa bulan sebelumnya, sebenarnya saya sudah tahu, lihat dari facebook dan instagram. Wah saya langsung semangat buat kontak beberapa teman kuliah dulu. Siapa tahu mereka bisa ikutan. Saya pingin banget ikutan. Butuh refreshing. Setelah kontak sana kontak sini, mereka bilang, mereka enggak bisa karena jadwal dan lain hal. Huhuhu. Sedih. Pun saya sebenarnya weekend pasti akan ada Kelas EPS TOPIK di kantor. And itu adalah reality. Hiks.

Akhirnya, saya ikhlas melupakan Maher. Soalnya dia udah punya istri dan anak. Gyaaa, ngaconya kumat! Eh bukan ya. Saya bukan perusak rumah tangga orang lain kok. Hihihi. Enggak kok, lagipula saya enggak begitu nge-fans sama Maher Zain actually. Dia kan botak. Saya enggak suka cowok botak.

Walaupun saya enggak suka sama kepalanya Maher, tapi saya suka sama beberapa lagunya. Misalnya yang judulnya "Barakallah", "Number One", "Ya Nabi", dan "Ramadhan". Selain itu, saya juga suka sama lagunya temen-temennya Maher Zain, kayak Harris J dan Raef. Mereka semua satu tipe. Musisi muslim dari barat. Harris J dulu pernah ke Jakarta juga. Senayan juga dalam rangka acara bookfair kalo enggak salah. Tapi saya lagi-lagi enggak bisa datang. Ya ampun, setelah saya lihat di youtube suaranya Justin Bieber abis. Malah lebih bagus. Dan dia baca Al Qurannya bagus banget!

Okay. Fokus balik lagi ke perjalanan saya ke Konser Maher Zain 2016. Alhamdulillah saya dapat rejeki anak solehah. Awalnya kan saya udah ikhlas aja enggak bisa ikutan. Mungkin belum rejeki. Lagipula yang namanya rejeki itu enggak bisa tertukar. Berdasarkan hal itu, saya selalu yakin atas semua ketetapan Allah terhadap saya. Lha, kenapa tiba-tiba jadi serius ya? hehehe. Padahal postingan kali ini maunya santai XD.

Konser ini diselenggarakan di Basket Hall Senayan pas malem minggu. Waktu hari H konser… paginya, jam 10-an, salah satu temen kuliah saya, Jeki, nge-chat dan nawarin tiket. Saya langsung kaget dan panic at the disco. Kira-kira begini chat-nya. Si Jeki ini asli Tegal, dia kalo ngomong pasti aku-kamu-an. Dan saya orang Betawi jadi gue-elo-an. Hehehe.

“Lho, kok lo tiba-tiba nonton, Jek? Sama siapa aja nontonnya?”

“Iya, kakakku sama adikku juga, tapi abis nonton aku langsung pulang ke Cilegon (tempat kerjanya). Ini aku ada tiket satu lagi enggak kepake, kalo kamu mau.”

“Gyaaa mauuu~ Wooo… katanya waktu itu enggak mau ikut…,”

“Iya, hehehe. Mau enggak nih? Kalo beneran mau, aku kasih kamu Sol tiketnya. Bayar Rp. XXX aja. Aslinya Rp. YYY lho.”

“Beneran mauuu. Eh tapi gue kasih tau ibu sama adek dulu ya di rumah. Soalnya plan awalnya itu abis ngajarnya dicepetin hari ini, gue mau ke Erha Depok sama adek. Mau konsultasi hehe. Udah breakout muka gue Jek.”

“Aseeek. Yaudah. Kalo mau bareng, aku sama kakak adikku berangkat dari Stasiun UI jam 13.30 kita harus ngurusin tiket dulu soalnya. Atau kamu bisa pergi nyusul abis ngajar.”

“Okay. Abis ashar, gue langsung caw aja. Ketemuan ya di sana!”

Senangnya! Saya naik gojek as always. Tapi ternyata saya nyasar. Gyaaa…. Awalnya saya kira tempatnya itu di Tennis Indoor, ternyata di Basket Hall. And kalian tahu, saya malah sampe di Stadion Utama. Dan saya enggak bisa baca peta di google maps share location-nya Jeki. Ya ampun. Kacau abis. Setelah mutar-muter hampir 1 jam, saya menemukan si Basket Hall. Ketemu Jeki langsung pundung.

“Jek, lo harus tahu perjuangan gue ke sini. Hiks.”

“Ya ampun, Sol. Iya-iya. Ayuk gabung sama yang lain.”

Di sana saya kenalan sama temen-temennya kakaknya Jeki. Kita langsung klop karena ternyata kita semua bukan fans fanatiknya Maher Zain. Kita ke situ buat refreshing aja. Hahahaha.

Oia, kami semua duduk di tribun sebelah kiri panggung. Spotnya lumayan bagus. Konser dibuka sama band yang saya enggak suka, The Masive. Hadeh. Kenapa harus mereka? Dari semua lagu pembuka, saya ikutan nyanyi lagu nasionalnya aja. Indoneeesia tanah air beeeta pusakaaa abadi nan jayaaa~ Ngepas sama momen 17an sih, jadi cocok.

Overall konsernya Maher Zain bagus. Tapi saya banyak enggak tahu lagu-lagu barunya. Dan yang bikin lucu, Mbak X (saya lupa namanya, salah satu temennya kakaknya Jeki) dia juga bisik-bisik enggak tahu beberapa lagu. Hahaha. Saya nonton sambil makan malam, minum susu coklat Ultra sama Sariroti tawar. Si Mbak X juga ikutan ngemilin roti saya. Hehehe.

Di tengah konser, hujan turun deras. Saya panik, minta dijemput adik saya di rumah dengan iming-iming traktiran pizza di hari Minggu. Saya disuruh ke pintu gerbang TVRI yang saya enggak tahu di mana. Intinya terus kami miskom. Adik saya marah. Saya diem-diem judes laper. Katanya kalau lewat jalan situ bisa lebih cepat dan enggak macet. Saya bodo amat. Saya udah capek muterin Stadion Utama tadi sore. Saya pulang dengan rasa lapar dan kesal. Hiks.

Tapi, pengalaman kali ini mengajarkan saya beberapa hal. Pertama, Allah melindungi saya dari awal pergi sampai pulang walaupun perasaannya campur aduk senang, lelah, kesal dan lapar. Intinya kan saya jadi bisa nonton live Maher Zain. Hehehe. It’s okay. Selama kita enggak berputus dari rahmat Allah, semua akan ada jalannya. Dan yang kedua, saya harus belajar untuk lebih bersabar. Di situ, saya pergi sendirian, saya paling enggak suka pergi sendirian ke tempat yang asing. Saya udah lamaaa banget enggak ke Senayan. Saya jadi lupa jalannya. Pak Gojeknya juga lupa. Nyasar deh kan. Hahaha. Jadi, saya harus belajar bersabar dan belajar baca peta :p


Udah ah, kepanjangan nih postingan kali ini. Sekian. Pengalaman kali ini enggak bakal terlupakan, sih. Hohoho. #tetapsemangat

Dan ini dokumentasinya...

Stadion Utama

Spot datang dan pergi di Stadion. Genap sekali putar Stadion Utama. Lelah Hayati, Bang~

Akhirnya tanya jalan sama pedagang dan tukang parkir

Finally, setelah tanya ke pedagang, tukang parkir, dan akhirnya ketemu sama Pak Satpam.
Pak Satpam mengarahkan ke jalan ini.

AKHIRNYA SAMPE HOHOHO!

Yeay yeay yeay. Open the gate~

Spot tribun kiri panggung ^.^


Senin, 13 Juli 2015

Ramadhan 2015: Luntang Lantung



Assalamualaykum. Semoga kita selalu dalam lindungan dan pertolongan Allah…

Ramadhan kali ini agak berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Pertama, ada kedatangan anggota keluarga baru, adik keempat saya, Muhammad Fatih Fatahillah. Kedua, saya ada di rumah full kecuali hari Sabtu karena per awal bulan Juni sudah tidak bekerja fulltime lagi.

Ada beberapa sisi ketika ada anggota keluarga baru. Sisi baiknya, terkadang semua berubah ceria melihat wajah bayi 5 bulan yang lucu dan menggemaskan. Sisi baik kedua, saya bisa mengamati cara mengurus bayi. Sisi buruknya, terkadang ibu saya kurang tidur mengurusi si adik sehingga darah tingginya kambuh dan berpengaruh pada banyak hal. Sisi buruk kedua, ada pihak yang berlebihan dalam berkomentar. Andai kamu tahu apa yang saya maksudkan.

Niat awal yang ingin gembor-gemboran ibadah di bulan Ramadhan kali ini ternyata kandas begitu saja. Liburan yang saya sangka akan banyak memberikan waktu ternyata memang memberikan saya waktu. Namun, saya sendiri mengkhianatinya. Mungkin masih belum bisa beradaptasi dengan baik. Biasanya berlelah-lelah di luar dengan jadwal padat sehingga mengatur jadwal ini itu begitu mudah karena banyaknya kagiatan. Walau agak repot tapi lebih baik banyak kegiatan daripada seperti ini. Luntang lantung. Bahkan sempat beberapa kali saya tak pernah keluar rumah bahkan teras depan sekalipun karena merasa tidak ada keperluan untuk keluar. Hari Raya kali ini pun sepertinya saya tidak punya semangat murni dari dalam hati. Kecuali semangat untuk adik ketiga, Fatimah yang masih 7 tahun. Dia harus mendapat banyak motivasi kan dari luar agar bisa menjalani Ramadhan dan Hari Raya dengan bahagia. Maka saya akan pura-pura bahagia di depannya.

Akan tetapi, semoga ibadah saya yang sedikit itu berkualitas dan mempertebal keimanan serta menghapus segala kesalahan di masa lalu. Ah! Betapa futurnya postingan kali ini. Begitu futurnya sampai saya berpikir bahwa seandainya saya dapat kembali menjadi anak-anak saja yang bebas bermain tanpa banyak tekanan, tanpa banyak omelan. Hanya tertawa dan bermain.

Senin, 13 April 2015

Setiap Manusia itu… Berproses.



Assalamualaykum…

Selama dua puluh empat tahun hidup di dunia, ada masanya saya sibuk mengamati perubahan pada diri orang lain. Kalau diingat-ingat, sepertinya mulai dari SMA saya suka mengamati orang lain. Baik laki-laki atau perempuan. Saya melihat semakin banyak paham dan keberagaman pendapat manusia akan suatu hal, salah satunya dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam. Ada yang fanatik, ada yang pertengahan, ada yang salah paham, ada yang bodo amatan, dan ada pula yang membenci ajaran Islam. Semuanya saya amati.

Di sisi lain, saya bersyukur karena dalam akhir pengamatan tsb, saya bisa mendapatkan hikmah-hikmah. Banyak yang saya amati, salah satunya adalah… penggunaan hijab.

Penggunaan hijab…

Saat masuk usia remaja, saya hidup dan belajar di sebuah pesantren yang menyamar menjadi sebuah sekolah negeri. Di sana, saya belajar hijab yang syari, interaksi antar ikhwan (laki-laki) dan akhwat (perempuan), dan tentunya belajar ilmu pengetahuan selayaknya di dalam sebuah sekolah negeri… tentu saja… hehehe. Namanya juga sekolah.

Di sana, awalnya, saya melihat banyak perempuan berhijab lebar sekali. Awalnya, saya tertegun melihat mereka. Antara ‘wow keren!’ dan ‘kok bisa ya? enggak gerah tuh?’. Ada kisah seorang senior, sebut saja M. Dia orangnya sangat lembut dan menjadi salah satu dari jajaran kakak-kakak mentor. Waktu kuliah, ternyata kami sekampus. Saya pernah belajar bahasa Arab sebentar dengannya. Setelah selesai kuliah, kami tak sengaja bertemu dalam sebuah pesta pernikahan rekan kami. Dan… saya terkejut melihat rupanya yang lain. Keanggunannya berhijab syari-nya menghilang.

Okay. Sebenarnya, dia masih pakai hijab, tapi dengan gaya lain dan celana yang lumayan ketat dan… ah sudahlah. Ya, saya bukan hakim sih yang bisa bilang Mbak M itu dosa dan lain sebagainya. Tapi, ada hikmah yang bisa saya ambil bahwa… setiap manusia itu berproses. Bahkan untuk Mbak M yang dulu saya kira akhwat banget. Mungkin, dia belum menemukan jati dirinya. Dirinya yang berhijab syari itu… mungkin bukan dirinya. Atau… ah entahlah!     

Sebenarnya, ada beberapa kisah lagi yang serupa. Malah waktu SMA dulu ketika kelas 1 saya lihat Mbak X (lupa namanya) berhijab syari. Eh, pas kelas 3 ada acara temu alumni, dia datang dengan kerudung kecil mencekik leher dan celana jeans ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Saya agak ragu apakah dia Mbak X yang kelas 1 dulu begitu anggun dengan hijab syari-nya atau saya salah lihat orang. Eh, ternyata benar.

Ada pula kisah sebaliknya. Kebetulan tadi abis nonton Warkop dan melihat Ineukeu Koesherawati. Dia artis yang hot seksi banget tapi sekarang berubah memakai hijab. Ya, walau belum syari menurut saya, tapi kan manusia memang butuh berproses. Mungkin saat ini dia masih berproses… Ada juga beberapa artis yang lain yang memiliki kisah serupa, tapi saya lupa namanya.

Selain itu, ada juga yang istiqomah dengan hijab syari-nya. Beberapa dari teman-teman saya… ah senang melihatnya. Entah gempuran paham apa yang sudah mereka temui, namun berhasil mereka lawan. Akhirnya, tetap syari dan anggun.

Wait, sebenarnya apa sih hijab syari itu? Sederhana saja sih menurut saya. Menutupi apa yang diperintahkan, bagi wanita yaitu seluruhnya kecuali wajah dan telapak tangan, berbahan nyaman/baik dan tidak menerawang, dan efektif serta efisien untuk pergerakan tubuh (yang ketiga ini menurut versi pribadi hehe). Tentang poin ketiga… iya, soalnya ada banyak nih akhwat yang kerudungnya kepanjangan sampe nutupin lampu motor bagian belakang atau roknya yang kepanjangan sampe kelilit di rantai motor atau bahkan kejepit di pintu mobil. Nah, syari juga harus efektif dan efisien ya, girls!  

Minggu, 04 Januari 2015

First Time Doing Dzikir Nasional At Masjid Attin



Assalamualaykum ^^

Sebenernya, saya sudah niat mau ikutan acara Dzikir Nasional by Republika ini jauh-jauh hari setelah melihat iklannya di timeline medsos. Tapi, itu kan acara mabit a.k.a menginap di masjid, saya pikir saya harus mencari teman, setidaknya seorang. Akhirnya, saya janjian sama Kak Dev, senior di kampus dulu yang juga bekerja di Republika.

Hari itu, setelah mengajar, saya langsung caw ke Attin dan tiba pada pukul 2 siang. Lumayan ramai tapi saya masih dapat shof kelima bagian tengah, spot yang asyik. Alhamdulillah. But… I feel alone. Apalagi baru dapet kabar ternyata Kak Dev baru bisa tiba pukul 4 sore. I deeply feeling alone that day. Akhirnya, dengan keberanian yang saya usahakan, saya berkenalan dengan sebelah saya. Sebelah kiri saya, rombongan adik-kakak (kayaknya) bertiga. Sementara itu, sebelah kanan saya dua orang adik-kakak. Di tengah-tengahnya, saya. Sendirian. Awalnya saya sudah mengajak adik saya yang sekarang sudah semakin beriman, si Ijay. Tapi dia cancel enggak bisa pergi. Ya udahlah… Kalo adik satu lagi Si Adi mah pasti udah ada rencana bakar-bakaran sama temennya. Masa saya mau ngajak Fatimah yang masih TK? Ribet ah hehehe.

And yang najongnya adalah di dalam masjid sama sekali enggak ada sinyal. Hujan juga di luar. Mungkin itu penyebabnya. Atau di Attin memang dibuat anti sinyal biar para jemaah fokus ibadah kekekek. Okay, saya saling titip menitip barang sama sebelah kiri saya, sedangkan sebelah kanan saya ganti orang and saya males kenalan lagi. Ceramah Mama Dedeh oke banget walau di awalnya boring, tapi pertengahan dan belakangnya asyik dan lucu banget tapi kaya ilmu agama khas banget Mama Dedeh. Beberapa mentri juga hadir dalam acara ini, salah duanya Pak Rahmat Gobel dan Pak Anies Baswedan. Sambutan dan ceramah Pak Anies gayanya struktural benget, kayak lagi mengisi kuliah di kampus. Semoga beliau bisa banting stir jadi pendakwah juga hehehe. Atau menjalankan dua stir: mentri dan pendakwah.

Pas mau wudhu magrib, saya berdoa supaya bertemu dengan Kak Dev. Ternyata, langsung dikabulkan! Dia juga mau wudhu, tapi sambil memberikan kabar agak buruk bahwa dia harus kerja sampai jam 12. Dia jadi semacam panitia juga. Ya sudahlah. Mau bagaimana lagi. That time I was feeling alone but enggak terlalu sedihlah kan udah ada temen sebelah hehe.

Sehabis magrib, 100 bocah Darul Quran bersolawat. Masya Allah, keren banget. Menyentuh sampai ke hati. Bayangkan suara anak-anak bersolawat dan dari jauh ke-100 anak itu berbusana putih bagaikan burung-burung kecil. Saat itu saya dapat inspirasi bahwa anak-anak saya nanti juga harus masuk Darul Quran dan jadi para penghafal Al Quran ^^. Harus banyak investasi buat masuk ke sana. Saya merasa bahwa Allah menjaga mereka karena mereka setiap hari berinteraksi dengan Al Quran. Allah pasti menjaga mereka dan memuliakan orang tua mereka.

Sekitar pukul 8.30, saya merasa butuh udara segar karena tubuh sudah lelah duduk. Akhirnya, saya ke luar untuk melihat-lihat. Wah, sinyal di hp langsung penuh. Di luar, ternyata juga ramai. Untung saya dapat di dalam. Di halaman Attin juga ada semacam stan-stan makanan dan pernak-pernik. Awalnya saya mau makan bakso, biar hangat. Tapi, entah mengapa tak jadi. Jadi cuma melihat-lihat saja, cuci mata, and it was so much refreshing! Melihat anak-anak bermain bola lampu sambil ditemani udara yang sejuk. Menenangkan.

Ada beberapa penceramah lagi, salah satunya Ustadz Yusuf Mansyur. Tapi, saya harus ke kamar mandi untuk bersih-bersih saat beliau berceramah. Jadi, saya tak dapat banyak mendengarkan ceramah beliau. Padahal saya sangat menunggu ceramah beliau. Tapi, saya sudah tak nyaman jadi harus bersih-bersih. And agak ngantuk juga, kan butuh cuci muka. Hehehe. Pas sudah selesai bersih-bersihnya, eh sudah diganti penceramah yang lain. Ya sudahlah…

Saya pulang usai solat subuh supaya cepat sampai rumah. Sesampainya di rumah, entah kenapa saya laper banget, akhirnya saya masak Indomie+2telurgoreng. Langsung tidur dengan cantik di kamar selama 4 jam. Hahaha.
 
Akhir tahun 2015, saya harus ikut lagi acara ini. Rekomendasi banget deh! Semoga sih saat itu sudah ada suami yang mendampingi, aamiin Ya Allah.

*and here are dokumentasinya...

Good spot ^^
Bagian atas masjid, bagus deh
Sebenernya 'ditemenin' sih sama My Lovely Zoro hehe
Pak Anies
Stan-stan makanan dan pernak-pernik
Indah banget Attin di Malam hari, so romantic
Pak Ucup, eh maksudnya Pak Ustadz Yusuf Mansyur (peace)