Sabtu, 02 Juni 2012

Anak Selir yang Baik Hati


Zaman dahulu kala pada sebuah keluarga, seorang anak laki-laki terlahir dari rahim seorang istri kedua sehingga hiduplah seorang anak selir. Akan tetapi, di dalam hubungan keluarganya, anak ini diperlakukan seperti seorang anak pungut.
Pada saat itu, sang  istri pertama melahirkan seorang anak laki-laki sehingga munculah diskriminasi yang amat parah antara anak istri pertama dan anak selir. Sang anak selir mendapatkan diskriminasi yang parah dari saudara-saudaranya. Ia sampai berpikir, beruntung dan lebih baik kiranya jika ia menjadi anak pungut sungguhan saja. Ketika upacara Jesa (upacara penghormatan kepada leluhur) atau ketika ia datang berkunjung ke rumah tempat kelahirannya pun, ia menyesalkan sikap keluarganya, perlakuan dingin yang sama sekali tidak berubah sejak dulu.
Pada saat upacara Jesa, si anak selir tidak bisa ikut serta duduk bersama ayah dan para saudaranya untuk memberi sesajen kepada leluhur. Ia hanya bisa berdiri seorang sendiri di halaman dan sudah terbiasa dengan hal itu. Oleh karena itu, ia meratapi keadaannya yang tiada akhir. Walaupun begitu, ia sangat sayang kepada leluhurnya dan ia sangat baik hati. Walaupun dihina, namun ia tidak pernah melupakan kapan waktunya upacara Jesa dan ia akan berjalan dari tempat yang jauh untuk bisa hadir di dalam upacara itu.
Pada suatu hari. Seperti biasa, si anak selir berencana untuk datang ke upacara Jesa yang diadakan di rumah tempat kelahirannya. Oleh karena itu, ia berangkat dari rumah lebih pagi. Semenjak pagi, cuaca yang mendung membungkus jalanan sehingga membahayakan. Lalu, tiba-tiba hujan mulai turun.
Ia kembali ke arah selatan untuk menghindari hujan, namun ia mendapati tiada tempat berteduh. Setelah pergi ke sana ke mari, ia hanya menemukan sebuah makam yang tiada berbatu nisan dan ditumbuhi banyak rumput liar.
Di sana, terdapat semak-semak berduri dan pepohonan yang rimbun sehingga ia bisa sebentar untuk menghindar dari hujan. Sambil menunggu hujan reda, ia mengambil semak-semak menggunakan sabitnya, kemudian semak-semak itu ia jadikan tempat duduk untuknya sebentar beristirahat. Begitulah ia sambil menunggu hujan reda.
Hujan terus mengguyur dalam waktu yang cukup lama. Di tengah penantian akan hujan yang reda, si anak selir pun tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi aneh.
Seorang kakek tua berambut putih muncul dalam mimpinya, kemudian berkata, “Aku adalah orang yang dikubur di makam ini. Kau telah membuat rumahku bersih. Budi baikmu terlalu besar sehingga aku tak bisa membalas semua budi baikmu. Hari ini bukan hari ketika kau akan datang ke upacara Jesa ayahmu. Akan tetapi, hari ini adalah hari ketika kau akan duduk bersama di tempat Jesa bersama ayahmu.”
Setelah mengatakannya, kakek itu tiba-tiba menghilang. Si anak selir terbangun dari tidurnya dan menyadari bahwa itu hanya mimpi. Ia bergegas bangkit dari tempat itu sambil memikirkan mimpinya yang aneh. Tidak disadari, hujan pun reda dan matahari sudah berada di arah barat. Si anak selir sekali lagi bergegas melangkah ke desa tempat perhelatan upacara Jesa.
Tak lama berjalan di daerah kota Seogwipho, terdapat sebuah desa Hyodon. Di sebelah timurnya, terdapat sungai yang besar. Hujan yang turun membuat sungai jadi meluap. Saat itu, ia mencari sesuatu yang dapat membantunya menyebrangi sungai itu. Ketika mencoba mencari ke sana ke mari, ia melihat ada seekor rusa kecil di tengah sungai yang meluap itu. Rusa kecil itu sedang ingin menyebrang, namun ada batang kayu yang menghalanginya. Saat itu, si anak selir langsung teringat pada perkataan si kakek tua dalam mimpinya.
“Ternyata ini... inilah hal yang telah dikatakan kakek itu...,”
Si anak selir merasa sangat senang. Akhirnya, ia memanggul rusa itu di punggungnya dan membawanya ke tempat upacara  Jesa. Semua sanak keluarga yang berkumpul terkejut. Mereka terkejut karena si anak selir tiba di rumah saat tengah malam, di tambah lagi dengan datang bersama seekor rusa di punggungnya. Mereka jadi tambah tak mengerti. Para pemimpin upacara Jesa memanggil si anak selir ke dalam dan menyuruhnya menghadiri upacara  Jesa. Mereka menghaturkan ucapan terima kasih yang mendalam kepadanya.
Keesokan harinya, di tengah perjalanan, si anak selir datang ke makam sekali lagi. Ia membersihkan makam dengan kesungguhan hati. Ia pun memangkasi semak-semak berduri dengan waktu yang lama. Kemudian, ia menemukan batu nisan milik makam itu. Akhirnya ia pun mengetahui bahwa ternyata leluhurnyalah yang dimakamkan di situ, leluhur asli yang membawa garis keturunan. Kemudian, si anak selir memberitahukan hal itu kepada keluarganya. Oleh karena itu, keluarganya menaruh rasa hormat yang dalam kepada si anak selir.   

SUMBER: 제주도 이야기 2 karya 현길언

Tidak ada komentar:

Posting Komentar