Rabu, 25 Juli 2012

JINDALLAEKKOT DAN SANYUHWA KARYA KIM SO WOL: ANALISIS MAKNA BUNGA DALAM PUISI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
            Kim So Wol dikenal sebagai penyair terkenal Korea. Ia begitu produktif dalam dunia kesusastraan puisi walaupun dalam waktu yang singkat karena ia harus mati muda. Salah dua buah karyanya yang terkenal berjudul Jindallaekkot dan Sanyuhwa. Kedua puisi periode 1920-an tersebut terdapat nuansa bunga. Oleh karena itu, penulis berminat untuk menganalisis nuansa bunga dalam kedua puisi tersebut sebenarnya dan kesamaan serta perbedaan makna bunga di dalamnya.


BAB II
ISI
2.1. Biografi singkat Kim So Wol
            Kim So Wol adalah seorang penyair terkenal dari Korea. Sebenarnya, nama Kim So Wol adalah bukan nama aslinya. Nama asli sebenarnya adalah Kim Jeong Sik, namun Kim Jeong Sik lebih dikenal dengan nama Kim So Wol. Kim So Wol lahir pada tahun 1902 di Kusong, Propinsi Pyeongan Utara, Korea Utara. Menurut Andrei Lankov,  masa kecil Kim So Wol sangat suram dan menyedihkan.

“Kim So-wol was born in 1902 in what is now North Korea. His childhood was coloured by tragedy: Kim So-wol's father was attacked by Japanese workers who were building a railway near his home. He suffered from a grave mental illness and was treated by the local shamans who resorted to the old ways of ``driving the demons out'': the patient was severely beaten and occasionally forced into icy cold water (one must admit: nowadays psychiatrists' methods are probably not much more efficient, but definitely less violent).” (koreantimes, 2012)

            Pada tahun 1915, Kim So Wol dapat masuk sekolah di Sekolah Menengah Osan. Semua itu adalah berkat bantuan kakeknya yang banyak mengajari Kim So Wol ilmu China klasik. Di sekolah itu, Kim So Wol bertemu dan diajar oleh seorang guru yang merupakan seorang penyair terkenal Korea juga, bernama Kim Ok. Ketika bersekolah di Sekolah Menengah Osan, Kim So Wol memulai kegiatannya menulis puisi. Pada tahun 1920, Kim So Wol naik ke podium dan mendeklamasikan puisi karyanya. Salah satunya adalah Nangin eui Bom dari buku koleksi puisi Changjo. Kim So Wol meniti pendidikan selanjutnya di Akademi Paejae dan lulus dari sana pada tahun 1923. Tidak berhenti di situ, Kim So Wol lalu melanjutkan pendidikannya ke tingkat universitas, yaitu Universitas Dongkyeongsang (Universitas Tokyo), sebuah universitas di Jepang. Pada tahun 1924, Kim So Wol sibuk beraktivitas dalam suatu perkumpulan bersama Kim Dong In, Kim Chan Yeong, Im Jang Hwa, dan sebagainya dalam perkumpulan Yeongdae (Perkumpulan Generasi Abadi). Pada tahun 1925, Kim So Wol menerbitkan sebuah buku koleksi puisinya yang terkenal, Jindallaekkot. Kim So Wol memang seorang penyair yang berbakat dan terkenal, namun sangat disayangkan bahwa Kim So Wol harus meninggal di usia yang masih muda. Kematian Kim So Wol sendiri masih kontroversi. Ada pihak yang menyatakan Kim So Wol meninggal karena overdosis dalam mengonsumsi opium (Mc Cann, 2004:18) dan ada pula pihak yang menyatakan bahwa Kim So Wol meninggal karena bunuh diri (Lankov, koreantimes:2012). Namun, fakta yang ada dan disepakati bersama adalah bahwa Kim So Wol meninggal pada tahun 1934 di usia 32 tahun.

2.2. Puisi Jindallaekkot dan Sanyuhwa
            Walaupun Kim So Wol meninggal di usia muda, namun ia adalah seorang penyair yang sangat produktif. Selama 32 tahun masa hidupnya, Kim So Wol telah menghasilkan puluhan karya puisi. Salah dua dari karya-karya puisinya yang terkenal adalah Jindallaekkot (Bunga Jindallae/Azalea) dan Sanyuhwa (Bunga di Atas Gunung). Kedua puisi itu dibuat pada tahun 1920-an ketika periode penjajahan Jepang.

Jindallaekkot

보기가 역겨워
가실 때에는
말없이 고이 보내 드리우리다.


When you’d leave in distaste of my show,
Without a word let me resign myself
Dearly to your departure.

영변에 약산
진달래꽃
아름 따다 가실 길에 뿌리우리다.


Azalea flowers from Yaksan at Yong-Byun!
I will pluck them armful and bring,
To spread on your way to leave.

가시는 걸음 걸음
놓인 꽃을
사뿐히 즈려밟고 가시옵소서.


Step after step on your departure,
Be pleased to tread softly and gently
On those strewn flowers.

보기가 역겨워
가실 때에는
죽어도 아니 눈물 흘리우리다.


When you’d depart in distaste of my show,
Let me never, ever shed tears
Even to my black death.

Sanyuhwa












산에는 피네                                  Flowes on the mountain bloom,
꽃이 피네                                           The flowers bloom.
여름 없이                                 Fall, spring, summer through
꽃이 피네                                           The flowers bloom.

산에                                                    High on the mountain
산에                                                    Up on the mountain
피는 꽃은                                           The flowers are blooming
저만치 혼자서 피어 있네                 So far away, so far.

산에서 우는 작은 새여                     One small bird
꽃이 좋아                                           Friend of the flowers.
선에서                                                High on the mountain,
사노라네                                            It lives on the mountain.

산에는 지네                                  Flowers on the mountain.
꽃이 지네                                           Fall, flowers fall.
여름 없이                                 Spring, summer, autumn through,
꽃이 지네                                           The flowers fall.


2.3. Analisis Makna Bunga dalam Puisi
            Puisi di Korea pada awalnya ditulis menggunakan aksara China dan mempunyai peraturan yang sangat kaku. Namun, semakin berjalannya waktu, puisi di Korea semakin bervariasi dan lebih bebas. Hal itu disebabkan juga oleh pengaruh dari budaya luar Korea, seperti Jepang dan Barat.

           Puisi sebagai salah satu bidang kesusastraan di Korea sangat mendarah daging dalam masyarakat dan bangsa Korea. Puisi di Korea tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tapi juga sebagai ungkapan rasa nasionalisme. Puisi banyak digunakan sebagai sarana untuk menyalurkan pendapat dan gagasan oleh masyarakat sehingga sangat berperan penting dalam perjalanan sejarah Korea. 

“Modern Korean literature, as opposed to the traditional forms mostly imitating classical Chinese models, has barely a century of history. Korea was under severe Japanese oppression for almost half of that time, when the Korean language itself was often banned or under attack. As a result, writing poetry in Korean became a means of nationalistic resistance and the custom grew of seeing certain poems as icons of Korean identity. These works were not usually overt declarations of independence but indirect, evocations of themes and situations which might be read in various ways but recognized as essentially Korean. These poems were then taught to children, inscribed on stone, memorized by the whole population.” (Anthony:1998)

           Secara umum, tema dan karakteristik puisi di Korea dapat dibedakan menurut periodenya. Pada periode awal, jenis puisi Korea yang banyak ditulis berupa Sijo dan Saseol Sijo, yaitu jenis puisi pendek yang mempunyai bentuk kaku dan teratur. Kemudian, pada masa pencerahan (1860-1910), jenis puisi yang banyak ditulis berupa Gasa, Changga, Sinchesi, dan 4 Haengsi. Pada periode ini, puisi menjadi lebih bebas dari segi bentuk maupun isi. Lalu, pada periode 1920-an (1919-1931) adalah masa ketika pergerakan orang Korea melawan penjajahan dan pengaruh Jepang. Puisi pada masa ini digunakan sebagai ‘senjata’ halus untuk mempengaruhi masyarakat dan meningkatkan rasa nasionalisme mengusir Jepang.

            Puisi Jindallaekkot dan Sanyuhwa karya Kim So Wol masuk pada periode tahun 1920-an, yaitu pada masa pergerakan. Puisi Jindallaekkot bercerita tentang seorang wanita yang melepas kepergian kekasih yang sangat dicintainya, namun ia tidak ingin melepas kekasihnya dengan uraian air mata. Oleh karena itu, ia melepas kekasihnya dengan taburan bunga Jindallae atau Azalea. Sementara itu, puisi Sanyuhwa bercerita tentang siklus kehidupan mekar dan gugur bunga-bunga di pegunungan dengan ditemani burung Sanorane (burung yang khusus tinggal di daerah pegunungan). Akan tetapi, penjelasan tersebut merupakan makna ‘permukaan’ saja. Maksud dari makna ‘permukaan’ adalah ketika puisi dianalisis tanpa menelisik lebih dalam dan tanpa menghubungkan puisi dengan kondisi sosial politik dan budaya pada masa puisi itu dibuat serta kondisi kejiwaan dan kepribadian seorang pengarang. 

            Jika kita analisis kedua puisi tersebut lebih mendalam, maka akan didapatkan persamaan dan perbedaan. Persamaan dalam kedua puisi karya Kim So Wol tersebut adalah keduanya menggunakan nuansa bunga dalam puisinya. Dalam puisi Jindallaekkot, sudah jelas dan terlihat di dalam judulnya, yaitu Bunga Jindallae atau Bunga Azalea.            Begitu pula pada puisi Sanyuhwa, yang berarti Bunga di Atas Gunung. Selain itu, kedua puisi mempunyai tema yang sama, yaitu kesedihan. Puisi Jindallaekkot bercerita tentang kesedihan melepaskan seorang kekasih sedangkan kesedihan puisi Sanyuhwa terletak pada siklus hidup dan mati.

            Perbedaan kedua puisi tersebut adalah perbedaan makna bunga dalam puisi. Dalam puisi Jindallaekkot, bunga digambarkan sebagai pelipur lara dari kesedihan si wanita karena kepergian sang kekasih sedangkan dalam puisi Sanyuhwa, bunga menjadi representasi siklus kehidupan manusia, yaitu hidup dan mati. Mengingat periode 1920-an yang ramai akan pergerakan melawan Jepang, analisis kedua puisi tersebut dapat menjadi lebih mendalam. Bunga dalam puisi di mana pun biasanya menggambarkan dan memaknakan keindahan dan rasa cinta. Bunga dalam puisi Jindallaekkot dapat menjadi sebuah representasi rasa cinta dan pengharapan akan kedamaian atas seorang saudara atau orang yang dicinta yang pergi di medan perang melawan Jepang. Sementara itu, bunga dalam puisi Sanyuhwa adalah representasi manusia yang sesuai siklus kehidupan, pasti nantinya akan menemui kematian. Kematian oleh masyarakat Korea sedikit berbeda maknanya dengan masyarakat Indonesia. Di Korea, kematian adalah suatu pencapaian ketenangan dan keterlepasan dari segala masalah dunia, sedangkan di Indonesia yang mayoritas beragama Islam, memandang kematian sebagai pintu menuju kehidupan yang lain, yaitu kehidupan akhirat yang memerlukan banyak bekal sebelumnya di dunia.


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Terdapat persamaan dan perbedaan dari makna bunga dalam puisi Jindallaekkot dan Sanyuhwa. Persamaannya adalah bahwa bunga digunakan sebagai representasi rasa cinta, keindahan, dan kedamaian. Kemudian, perbedaannya adalah makna bunga di dalam puisi Jindallaekkot lebih dalam maknanya yaitu sebagai pelipur lara dan rasa cinta terhadap orang yang dicintai sedangkan dalam puisi Sanyuhwa, makna bunga lebih umum, yaitu sebagai representasi siklus kehidupan manusia dan ketenangan mencapai kematian.

3.2. Daftar Referensi

Buku
Mc Cann, David R. The Columbia Anthology of Modern Korean Poetry. New York: Columbia University Press, 2004.
So Wol, Kim. Jindallaekkot. Seoul: Miraesa, 1991.
J, Kim. Lost Love: 99 Poems by Sowol Kim. Seoul: Pan-Korea Book Corporation, 1975.

Website


 (foto Kim So Wol)

SEMOGA BERMANFAAT ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar