Selasa, 28 Juni 2011

Ikhwan Jangan Norak





Apa arti kata norak menurut kalian? Menurut saya waktu kecil, norak itu adalah sombong. Sering sekali saya memakai kata norak jika saya ingin berkata sombong. Contohnya, ada teman saya yang tidak mau berteman dengan seseorang karena dia orang kaya. Maka saya akan berkata,

“Idih, norak banget sih itu orang!”

Ternyata, bertahun-tahun kemudian, saya baru mengetahui apa arti dari norak sebenarnya, yaitu ketinggalan zaman. Berbincang tentang kata norak, saya teringat dengan seseorang yang sangat norak yang pernah saya kenal. Kalian tentu tahu apa itu amanah. Ikhwan tersebut sangat norak sekali (*baca: sangat+sekali -> superlatif). Mengapa? Karena ikhwan tersebut mengabaikan amanahnya. Sebuah amanah yang sangat besar. Sebuah amanah yang hajatnya banyak orang, banyak LDF. Bagaimana tidak norak? Beberapa bulan berjalan, ikhwan yang notabenenya adalah presiden acara tersebut susah dihubungi. Oke, saya berhusnuzon kalau dia sedang sibuk UAS. Rekan-rekan yang lain jika bertanya, saya menjawab,

“Iya, nih, sms gue enggak dibales-bales, kayaknya lagi sibuk UAS deh.”

Waktu terus berlalu dan saya merasa curiga dan mulai bersuuzon. Partner saya di acara di ujung bulan Juli nanti ke manakah gerangan? Dan akhirnya, kami pun mengetahui ke mana dia pergi -> kuliah luar di pulau. Dan noraknya, dia tidak memberitahu saya sama sekali. Oke, deh. Itulah cerita ikhwan norak pertama.

Beberapa waktu yang lalu, setelah pulang dari kepanitiaan sebuah acara kaya inspirasi di FE, saya dan teman saya diminta tolong untuk menemani Kak A untuk menempelkan publikasi. Jam telah menunjukkan pukul tujuh malam dan jam segitu adalah jam malam untuk para akhwat cantik seperti kami (*:p). Segera setelah turun dari bikun, saya dan dua akhwat itu langsung menempelkan publikasi di jalan rusa. Publikasinya hanya ada satu dan sebenarnya tidak terlalu dekat kandang rusa yang gelap dan seram itu. Melihat peluh yang keluar dari kening Kak A, saya pun bertanya,

“Emang enggak ada ikhwannya ya, Kak?”

Kak A terdiam sambil memegangi isolasi di tangannya. Ia memandangi wajah saya yang penuh dengan rasa ingin tahu. Ingin jawaban dari pertanyaan saya barusan. Kak A pun menjawab,

“Enggak. Enggak ada.”

“Heh?” Saya sedikit tidak mengerti dengan jawabannya.

“Iya, ikhwannya enggak ada.” Kak A pun lalu sibuk mengisolasi poster publikasi lagi. Sepersekian detik, dengan melihati raut wajahnya dan intonasi suaranya, saya mengerti. Sepertinya, masalah Kak A sama dengan saya -> ditinggal partner dan Kak A lebih parah lagi, karena dia jabatannya tinggi. Itulah cerita ikhwan norak kedua.

Satu lagi cerita ikhwan yang tersisa. Kali ini, sebuah kisah indah pemberian dari Allah untuk membuat saya tersenyum. Beberapa hari yang lalu, saya dan beberapa teman ikut acara jalan-jalan ke Sukabumi. Sebelumnya, dibagi tim-tim ikhwan dan akhwat untuk observasi dan membuat mading hasil observasi serta fundraising. Mas’ul kami adalah Y, anak Fasilkom. Pengalaman yang lalu, saya tidak terlalu berharap kontribusi yang banyak dari ikhwan. Fundraising pertama kami di Juanda, kesiangan sehingga mendapatkan lapak di tempat yang tidak menguntungkan. Ikhwan yang bisa datang juga hanya A, dari FT. Kata A, Y sedang mengajar jadi tidak bisa datang membantu. Ya, sudah. Akhwatnya banyak, kok.

Observasi pun dijadwalkan siang hari setelah fundraising. Namun, takdir berkata lain. Akhirnya, observasi dilaksanakan ikhwan saja karena akhwatnya pada tidak punya ongkos. Akhwat lebih memilih membuat mading saja. Ikhwan A terlihat agak kecewa dengan pembagian tersebut. Saya pribadi dan kedua teman saya agak tidak enak hati kepada A. Tapi bagaimana lagi? Akhirnya, komunikasi dilanjutkan via sms. 3 ikhwan dan 3 akhwat bersyuro kecil-kecilan di waktu-waktu acara inspirasi di FE. Subhanallah... Kemudian, saya dan tiga akhwat lain, H, L, dan S, membuat mading di MUI lantai dua. Kami berhasil membuat MUI berantakan, hehehe... Dan terakhir, fundraising kedua, kali ini saya tidak bisa ikut. Hanya ada H, L, dan Y. Lucunya, ikhwan A secara terang-terangan mengatakan tidak mau ikut. Saya tahu, mungkin dia agak sakit hati karena jadwal observasi awal diubah semena-mena oleh akhwat. Tapi saya dan akhwat lain senang karena dia jujur :)

Ternyata tim kali ini sangat berbeda. Mas’ul sangat berkontribusi dengan baik, ikhwan yang lain juga... ada A, H, dan U. Subnahallah.. dan Mas’ul kami adalah seorang presiden LDF yang pasti sibuk, kata akhwat L, ikhwan yang lain juga adalah para BPH. Jadi, terima kasih banget untuk mereka... Mereka adalah ikhwan-ikhwan yang tidak norak.. ikhwan keren, hehe... ikhwan yang menjalankan amanah yang telah dititipkan Allah. Entah itu amanah kecil, sedang, maupun, besar.

Bukan takdir yang memilihkan amanah ini untuk dirimu, melainkan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Allah sayang kepadamu, Dia ingin kamu belajar supaya bertambah dewasa, mahir mengatur waktu, banyak bersabar, banyak silaturahmi, ikhlas, dan menjadi manusia berkualitas.. Jangan takut, jangan jenuh, jangan mengeluh.. Mari songsong mentari esok dengan semangat dan senyuman :)

“Barang siapa berbuat kebajikan walau sebiji zarah, dia akan mendapatkan balasannya.” (Al Qur'an Surat Az-Zalzalah ayat 7)

Jadi, please ya, untuk para ikhwan di luar sana. Jangan mengabaikan amanah di pundak kalian. Jangan jadi ikhwan yang norak, yang ketinggalan zaman. Ikhwan yang ketinggalan zaman hanya mementingkan dirinya sendiri dan lupa akan kewajibannya memelihara amanah yang dititipkan oleh Tuhannya, Yang menciptakannya.

*tidak ada maksud untuk menjelek-jelekkan ikhwan atau semacamnya. Maaf dan terima kasih.. Wallahu’alam :)

2 komentar:

  1. Wah, nemu blog anaknya Intan Sya'wdini nih. Hha..curcol abis ini mah..dengan atau tanpa ikhwan pun pekerjaan akan tetap terus berjalan. Jadi bekerja sajalah. Good posting :)

    BalasHapus
  2. Hehehe... btw, selamat datang di blog saya, Noti ^^
    Yoi, akhwat ksatria! Mari kita bekerja!

    BalasHapus