Zaman dahulu kala pada sebuah
keluarga, seorang anak laki-laki terlahir dari rahim seorang istri kedua
sehingga hiduplah seorang anak selir. Akan tetapi, di dalam hubungan
keluarganya, anak ini diperlakukan seperti seorang anak pungut.
Pada saat itu, sang istri pertama melahirkan seorang anak
laki-laki sehingga munculah diskriminasi yang amat parah antara anak istri
pertama dan anak selir. Sang anak selir mendapatkan diskriminasi yang parah
dari saudara-saudaranya. Ia sampai berpikir, beruntung dan lebih baik kiranya
jika ia menjadi anak pungut sungguhan saja. Ketika upacara Jesa (upacara penghormatan kepada leluhur) atau ketika ia datang
berkunjung ke rumah tempat kelahirannya pun, ia menyesalkan sikap keluarganya,
perlakuan dingin yang sama sekali tidak berubah sejak dulu.
Pada saat upacara Jesa, si anak selir tidak bisa ikut
serta duduk bersama ayah dan para saudaranya untuk memberi sesajen kepada
leluhur. Ia hanya bisa berdiri seorang sendiri di halaman dan sudah terbiasa dengan
hal itu. Oleh karena itu, ia meratapi keadaannya yang tiada akhir. Walaupun
begitu, ia sangat sayang kepada leluhurnya dan ia sangat baik hati. Walaupun
dihina, namun ia tidak pernah melupakan kapan waktunya upacara Jesa dan ia akan berjalan dari tempat
yang jauh untuk bisa hadir di dalam upacara itu.
Pada suatu hari. Seperti biasa, si
anak selir berencana untuk datang ke upacara Jesa yang diadakan di rumah tempat kelahirannya. Oleh karena itu,
ia berangkat dari rumah lebih pagi. Semenjak pagi, cuaca yang mendung membungkus
jalanan sehingga membahayakan. Lalu, tiba-tiba hujan mulai turun.
Ia kembali ke arah selatan untuk
menghindari hujan, namun ia mendapati tiada tempat berteduh. Setelah pergi ke
sana ke mari, ia hanya menemukan sebuah makam yang tiada berbatu nisan dan
ditumbuhi banyak rumput liar.
Di sana, terdapat semak-semak
berduri dan pepohonan yang rimbun sehingga ia bisa sebentar untuk menghindar
dari hujan. Sambil menunggu hujan reda, ia mengambil semak-semak menggunakan
sabitnya, kemudian semak-semak itu ia jadikan tempat duduk untuknya sebentar
beristirahat. Begitulah ia sambil menunggu hujan reda.
Hujan terus mengguyur dalam waktu yang
cukup lama. Di tengah penantian akan hujan yang reda, si anak selir pun
tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi aneh.
Seorang kakek tua berambut putih
muncul dalam mimpinya, kemudian berkata, “Aku adalah orang yang dikubur di
makam ini. Kau telah membuat rumahku bersih. Budi baikmu terlalu besar sehingga
aku tak bisa membalas semua budi baikmu. Hari ini bukan hari ketika kau akan
datang ke upacara Jesa ayahmu. Akan
tetapi, hari ini adalah hari ketika kau akan duduk bersama di tempat Jesa bersama ayahmu.”
Setelah mengatakannya, kakek itu
tiba-tiba menghilang. Si anak selir terbangun dari tidurnya dan menyadari bahwa
itu hanya mimpi. Ia bergegas bangkit dari tempat itu sambil memikirkan mimpinya
yang aneh. Tidak disadari, hujan pun reda dan matahari sudah berada di arah
barat. Si anak selir sekali lagi bergegas melangkah ke desa tempat perhelatan
upacara Jesa.
Tak lama berjalan di daerah kota Seogwipho, terdapat sebuah desa Hyodon. Di sebelah timurnya, terdapat sungai
yang besar. Hujan yang turun membuat sungai jadi meluap. Saat itu, ia mencari
sesuatu yang dapat membantunya menyebrangi sungai itu. Ketika mencoba mencari
ke sana ke mari, ia melihat ada seekor rusa kecil di tengah sungai yang meluap itu.
Rusa kecil itu sedang ingin menyebrang, namun ada batang kayu yang
menghalanginya. Saat itu, si anak selir langsung teringat pada perkataan si
kakek tua dalam mimpinya.
“Ternyata ini... inilah hal yang telah dikatakan
kakek itu...,”
Si anak selir merasa sangat senang.
Akhirnya, ia memanggul rusa itu di punggungnya dan membawanya ke tempat upacara
Jesa.
Semua sanak keluarga yang berkumpul terkejut. Mereka terkejut karena si anak selir
tiba di rumah saat tengah malam, di tambah lagi dengan datang bersama seekor
rusa di punggungnya. Mereka jadi tambah tak mengerti. Para pemimpin upacara Jesa memanggil si anak selir ke dalam
dan menyuruhnya menghadiri upacara Jesa. Mereka menghaturkan ucapan terima
kasih yang mendalam kepadanya.
Keesokan harinya, di tengah
perjalanan, si anak selir datang ke makam sekali lagi. Ia membersihkan makam
dengan kesungguhan hati. Ia pun memangkasi semak-semak berduri dengan waktu
yang lama. Kemudian, ia menemukan batu nisan milik makam itu. Akhirnya ia pun
mengetahui bahwa ternyata leluhurnyalah yang dimakamkan di situ, leluhur asli yang
membawa garis keturunan. Kemudian, si anak selir memberitahukan hal itu kepada
keluarganya. Oleh karena itu, keluarganya menaruh rasa hormat yang dalam kepada
si anak selir.
SUMBER: 제주도 이야기 2 karya 현길언
Tidak ada komentar:
Posting Komentar