Assalamualaykum.
Happy day always!
Waktu hidup
buat manusia kota kayak kita itu sekitar 60 sampai 70 tahunan, ya? Menurut
pengamatan saya sih sekarang udah jaraaang banget yang bertahan sampai 80 tahun
ke atas. Dan itu biasanya orang-orang desa yang masih hidupnya sederhana dan
sehat. Kebetulan enggak punya kelebihan duit buat ke restoran fastfood, jadi kalau
makan harus metik dulu di kebun. Terdengar merepotkan? Hmm, enggak. Sumpah itu
lebih hemat dan sehat sih jatohnya. Selain itu, menurut saya, orang-orang desa
yang jauh dari kota itu biasanya lebih santai dan ramah. Setiap lewat menyapa
satu sama lain. Mereka hidup dengan sepantasnya. Mereka hidup secara nyata dan
menikmati setiap geraknya.
Orang kota
apaan? Repot dengan dirinya masing-masing. Repot dengan berjuta target. Hidup
seperti zombie. Memang benar. Kota itu lebih asiknya sih kalau semua serba ada.
Mau makan aja tinggal delivery. Namun, terkadang fasilitas-fasilitas di desa
banyak yang enggak ada. Lha wong banyak juga desa yang kalau malam gelap
gulita. Itu bedanya. Mungkin karena hal itu juga mempengaruhi watak
penduduknya, ya? (apa-apaan sih ini rada sok tahu). Menurut hasil pengamatan
pribadi selama ini, kayaknya buat orang kota waktu 1 hari selama 24 jam itu
enggak cukup. Iya, enggak cukup buat memenuhi semua targetannya mereka. Kalian
pasti tahu hal ini akan mengarah ke mana. Yap! Uang. Orang kota menghabiskan
setiap detik hidupnya dan terkadang lupa sama hal-hal mendasar yang dibutuhkan
manusia, seperti kasih sayang, hal-hal spiritual, dan gizi untuk tubuh serta
pikiran (dari makanan dan bacaan/tontonan yang sehat).
Paling keren
sih kalau ada orang kota yang sudah Allah takdirkan punya segala fasilitas
penunjang hidupnya untuk bermasyarakat, untuk menggapai hal-hal yang ia
inginkan, untuk membantu sesama. Intinya untuk benar-benar menjadi khalifah di
buminya Allah. Tapi, dia punya rasa
seperti orang desa yang ramah, menikmati hubungan dengan alam, hidup dengan
nyata di dunia nyata. Banyak yang hidup di dunia maya soalnya akhir-akhir ini. Hehehe.
Semuanya pake gadget. Padahal ketemu langsung itu enggak bisa diganti sama
gadget apapun. Apalagi ketemu orang tua dan keluarga. Beda ya? Ada kehadiran
nyata diri kita di situ. Seperti manusia sebenarnya. Teknologi pada dasarnya
dibuat untuk membantu hidup manusia, bukan untuk mengendalikan. Apalagi
mengganti.
Sebenarnya,
sekarang pun desa-desa sudah mulai melek teknologi. Tukang bakso sama tukang
rujak beubeuk aja udah pada punya hape. Minimal hape Esia (waktu tahun-tahun
kemaren, mungkin sekarang hapenya pada merk China). Apapun merknya, yang
penting minumnya the botol sosro. Hahaha. Terus, desa mana yang lagi saya
omongin di awal-awal? Ya, desa waktu zaman dulu. Desa yang idealis. (apa pula
ini?!) Desa waktu zaman Pak Suharto. Hehehe.
Dan yang
paling akhir yang mau saya omongin itu… tentang waktu lagi. Umur kita ya
rata-rata lah ya kalau manusia normal yang udah biasa makan makanan enggak
sehat, punya 65 tahun masa izin tinggal di muka bumi. Dari total itu, sekitar
20 tahunan kita habiskan buat pendidikan. Kalau dikurangi, sisa hidup kita
tinggal 45 tahunan lagi. Dari sisa itu, berapa tahun yang benar-benar milik
kita? Jangan-jangan setengahnya atau bahkan tiga perempatnya milik perusahaan.
Waktu milik diri sendiri tinggal seperempatnya doang. Dan itu waktu kita tidur.
Hahaha.
Biar satir.
Biar nyindir. Semoga manfaat. Happy day always!
Ada yang mau pinjem mesin waktu punya Doraemon? |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar