Assalamualaykum…
Selama
dua puluh empat tahun hidup di dunia, ada masanya saya sibuk mengamati
perubahan pada diri orang lain. Kalau diingat-ingat, sepertinya mulai dari SMA
saya suka mengamati orang lain. Baik laki-laki atau perempuan. Saya melihat semakin
banyak paham dan keberagaman pendapat manusia akan suatu hal, salah satunya dalam
menjalankan ajaran-ajaran Islam. Ada yang fanatik, ada yang pertengahan, ada
yang salah paham, ada yang bodo amatan, dan ada pula yang membenci ajaran
Islam. Semuanya saya amati.
Di
sisi lain, saya bersyukur karena dalam akhir pengamatan tsb, saya bisa mendapatkan
hikmah-hikmah. Banyak yang saya amati, salah satunya adalah… penggunaan hijab.
Penggunaan
hijab…
Saat
masuk usia remaja, saya hidup dan belajar di sebuah pesantren yang menyamar
menjadi sebuah sekolah negeri. Di sana, saya belajar hijab yang syari,
interaksi antar ikhwan (laki-laki) dan akhwat (perempuan), dan tentunya belajar
ilmu pengetahuan selayaknya di dalam sebuah sekolah negeri… tentu saja… hehehe.
Namanya juga sekolah.
Di
sana, awalnya, saya melihat banyak perempuan berhijab lebar sekali. Awalnya,
saya tertegun melihat mereka. Antara ‘wow keren!’ dan ‘kok bisa ya? enggak
gerah tuh?’. Ada kisah seorang senior, sebut saja M. Dia orangnya sangat lembut
dan menjadi salah satu dari jajaran kakak-kakak mentor. Waktu kuliah, ternyata kami
sekampus. Saya pernah belajar bahasa Arab sebentar dengannya. Setelah selesai kuliah,
kami tak sengaja bertemu dalam sebuah pesta pernikahan rekan kami. Dan… saya
terkejut melihat rupanya yang lain. Keanggunannya berhijab syari-nya menghilang.
Okay.
Sebenarnya, dia masih pakai hijab, tapi dengan gaya lain dan celana yang
lumayan ketat dan… ah sudahlah. Ya, saya bukan hakim sih yang bisa bilang Mbak
M itu dosa dan lain sebagainya. Tapi, ada hikmah yang bisa saya ambil bahwa… setiap manusia itu berproses. Bahkan
untuk Mbak M yang dulu saya kira akhwat banget. Mungkin, dia belum menemukan
jati dirinya. Dirinya yang berhijab syari itu… mungkin bukan dirinya. Atau… ah
entahlah!
Sebenarnya,
ada beberapa kisah lagi yang serupa. Malah waktu SMA dulu ketika kelas 1 saya
lihat Mbak X (lupa namanya) berhijab syari. Eh, pas kelas 3 ada acara temu
alumni, dia datang dengan kerudung kecil mencekik leher dan celana jeans ketat
yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Saya agak ragu apakah dia Mbak X yang kelas
1 dulu begitu anggun dengan hijab syari-nya atau saya salah lihat orang. Eh,
ternyata benar.
Ada
pula kisah sebaliknya. Kebetulan tadi abis nonton Warkop dan melihat Ineukeu
Koesherawati. Dia artis yang hot seksi banget tapi sekarang berubah memakai
hijab. Ya, walau belum syari menurut saya, tapi kan manusia memang butuh
berproses. Mungkin saat ini dia masih berproses… Ada juga beberapa artis yang
lain yang memiliki kisah serupa, tapi saya lupa namanya.
Selain
itu, ada juga yang istiqomah dengan hijab syari-nya. Beberapa dari teman-teman
saya… ah senang melihatnya. Entah gempuran paham apa yang sudah mereka temui,
namun berhasil mereka lawan. Akhirnya, tetap syari dan anggun.
Wait,
sebenarnya apa sih hijab syari itu? Sederhana saja sih menurut saya. Menutupi
apa yang diperintahkan, bagi wanita yaitu seluruhnya kecuali wajah dan telapak
tangan, berbahan nyaman/baik dan tidak menerawang, dan efektif serta efisien
untuk pergerakan tubuh (yang ketiga ini menurut versi pribadi hehe). Tentang
poin ketiga… iya, soalnya ada banyak nih akhwat yang kerudungnya kepanjangan
sampe nutupin lampu motor bagian belakang atau roknya yang kepanjangan sampe
kelilit di rantai motor atau bahkan kejepit di pintu mobil. Nah, syari juga
harus efektif dan efisien ya, girls!