Rabu, 29 Oktober 2014

Managing Time


Assalamualaykum…

Akhir-akhir ini, saya melakukan banyak kesalahan dalam beribadah karena tidak apik dalam mengatur waktu. Dan saya jadi merasa mempermainkan Allah T_T. Waktu luang terkadang bisa menyesatkan jika tidak diatur dengan baik. Waktu sempit terkadang lebih baik daripada waktu luang karena dalam waktu yang sempit, kita benar-benar akan melakukan suatu pekerjaan dengan seteratur-teraturnya sesuai jadwal, sesuai urutan. Namun, ketika Allah memberikan kita banyak waktu luang, maka setan-setan nakal pun akan punya banyak waktu untuk menggoda kita. Salahkah setan jika kita berhasil dijerembabkan ke dalam lubang dosa? Saya kira tidak. Tugas setan sampai hari kiamat memang menghasut manusia untuk melakukan kesalahan-kesalahan. Bahkan mereka sudah bersumpah. Jadi, yang salah adalah manusia itu sendiri. Akan tetapi, ingatlah bahwa Allah Maha Penyayang dan Maha Pengasih. Dia Maha Penerima taubat. Maka, bertaubatlah dengan sebaik-baiknya. Yang bisa mengkontrol diri kita adalah diri kita sendiri. Kita harus semangat melawan hawa nafsu dan godaan setan itu.

Selain itu, akhir-akhir ini saya juga ‘ketularan’ berprasangka negatif kepada orang lain. Kemungkinan akibat sekian lama berinteraksi dengan seseorang yang suka perpikiran seperti itu. Padahal dulu saya sangat positif. Ke diri sendiri maupun ke orang lain. Untung salah satu teman saya menginsyaratkan kesalahan saya itu. Mendengar untaian katanya, saya sadar bahwa selama ini saya mungkin sudah banyak salah sangka dan terlalu berpikiran negatif kepada orang lain. Tahu kan? Ketika kita berpikiran negatif baik ke diri sendiri atau orang lain, maka otak kita akan menebarkan sinyal-sinyal negatif pula. Efek yang paling terlihat adalah pada permukaan wajah kita. Jadi jarang senyum, kening mengkerut, kata-kata yang keluar dari mulut tidak baik, pikiran terfokus pada hal yang tidak penting.

Saya harus berubah. Bukan hanya karena takut dikaruniai Allah suami yang mirip saya akhir-akhir ini: kacau dalam beribadah dan berprasangka buruk kepada orang lain. Tapi lebih dari itu. Saya takut dalam keadaan ini, bekal akhirat belum terkumpul banyak, masih saja berbuat banyak dosa, rezeki usia saya dicabut. Kan serem. Dunia tak dapat, akhirat apalagi.

So, it’s time to move on. To be closer with our Creater. Semoga Allah selalu memberikan kita hidayahnya dan mengampuni segala kesalahan kita… Aamiin

Selasa, 21 Oktober 2014

Akhirnya, saya resign!

Assalamualaykum!

Salam buat para pekerja nine to five or eight to five di seluruh muka bumi ini! Saya mulai bulan Oktober ini tidak jadi anggota geng kalian lagi. Hehehe. Saya kembali pada dunia freelance!

Okay, pernah melakukan resign? Kenapa resign? Pasti banyak alasan para pekerja melakukan resign. Kalau saya… (bagaimana ya ceritanya?) Okay. Begini ceritanya. Sebelumnya, saya merupakan freelancer yang bekerja sendirian. So, saya menginginkan suasana kerja baru. Saya mengharapkan nuansa pekerjaan yang berbeda dari pekerjaan sebelumnya (freelance), punya kantor yang didatangi setiap weekdays, punya relasi dan teman kantor yang banyak buat begahol, punya tabungan yang banyak, dsb.

Selama lima bulan ini, apakah semua itu sudah dirasakan? Ya, sudah. Alhamdulillah! Tiga bulan pertama, saya sangaaaaaat bahagia ^^. Walaupun pekerjaannya sangat menguras waktu dan tenaga. Sabtu juga ngantor gitu. Meh banget! Tapi demi tabungan, yo wess...

Sebenarya saya ini orangnya terstruktur dan well prepare dalam mengajar. Jadi, kalau saya pulang pergi ke rumah, hal itu sangat menguras waktu istirahat saya. Waktu kebanyakan terbuang di jalan. Akhirnya, setelah melakukan pertapaan di gunung, saya memutuskan untuk menyewa kamar kos! Agar persiapan materi mengajar di setiap harinya tersusun dengan rapi. Maka, untuk pertama kalinya seumur hidup, saya mengekos. Hahaha. Masih ingat dulu. Malam pertama mengekos, saya mendadak tak bisa tidur. Mengetahui saya mengekos, teman-teman masa kuliah pun sampai meledek, "Cie akhirnya jadi anak kosan juga. Gimana rasanya?"

Okay, masuk bulan keempat, saya mulai paham akan budaya kerja di kantor XXX tersebut. Sulit untuk melakukan perubahan walaupun positif. Yang punya kantor terlalu mendominasi setiap kebijakan. Pun kebijakan managemen yang sudah disepakati bersama bisa seenak beliau diubah. Yang seperti itu tidak sejalan dengan saya sebenarnya karena menurut saya tidak ideal. Dan saya mulai bosan ketika harus mendengar perkataan, "Dari dulu di sini memang seperti ini…"

Terlebih ketika beberapa teman saya diberhentikan secara mendadak oleh pihak kantor. Padahal saya tahu, yang punya masalah dengan kedisiplinan adalah pegawai yang lain. Bukan beberapa teman saya itu. Lho, kenapa mereka yang diberhentikan? Usut punya usut, alasannya karena masalah pribadi dari yang punya kantor.

Langsung hilang tiga orang, men! Awalnya saya shock and panic at the disco. Tapi, saya mencoba tegar tetap stay on the right track. I mean keep stay cool. Walaupun kantor jadi sepi kayak kuburan. Saya harus tetap profesional demi murid-murid saya. And because I LOVE TEACHING. Saya pun bertahan. Namun, ternyata hanya bisa bertahan selama dua bulan saja. Iya, dengan kondisi rutinitas bangun pagi buat materi - pergi pagi - mengajar - pulang sore - makan - tidur. Secara di kosan tak bisa berbuat apa-apa. Ngobrol pun sama siapa? Sama tembok?

Genap lima bulan. Akhirnya, saya mendadak resign. Kantor sempat heboh juga. Saya mohon maaf. Tapi saya sudah merasakan berada di titik jenuh dalam pekerjaan saya. Padahal saya sangat jatuh cinta pada kegiatan belajar mengajar dan saya cinta murid-murid saya. Sebenarnya sudah merasa jenuh sejak tiga minggu sebelum resign. Tapi saya terus menghibur diri sendiri dan bertahan sampai murid-murid ujian akhir.

Awalnya, saya sudah minta izin untuk resign per bulan November. Namun, saya berubah pikiran dan memutuskan resign di bulan Oktober. Untuk pertama kalinya, saya melawan arus dan peraturan: mendadak resign. Saya berkali-kali mohon maaf dan berkali-kali dicibir salah satu staff yang mengatakan saya tidak bertanggung jawab. Saya mengaku salah, seharusnya saya memberikan solusi pengajar pengganti. Tapi, saya tidak melakukannya.

Jujur, saya sebenarnya agak sedikit trauma terkait masalah pengajar pengganti ini. Why? Dulu saya pernah karena suatu hal tak bisa mengajar di hari Sabtu. Jadi, saya memberikan solusi dengan meminta junior saya untuk menggantikan. Yang punya kantor sudah setuju. Saya pun sudah memberikan briefing materi apa saja yang harus diajarkan. Bahkan, saya juga sudah mengenalkan junior sang pengajar pengganti saya itu kepada murid-murid sekelas.

Pokoknya sudah beres… tapi… di luar perkiraan… sangat di luar perkiraan…

Saat junior saya datang untuk membicarakan masalah keuangannya dengan managemen, pihak managemen berkata bahwa pengganti saya di hari Sabtu sudah ada.

WHAT THE HELL?!

Sampai sekarang saya tidak enak hati sama junior saya itu. Saya bingung sebingung-bingungnya. Yang punya kantor agak gimana gitu ya? Seharusnya tegas. Kalau tidak setuju, ya bilang saja tidak dari awal.

Kembali ke masalah mendadak resign. Sebelumnya, saya pikir orang yang akan menjadi pengganti saya adalah staff multi talenta seperti biasanya. Eh, ternyata tidak. Ah! Saya sudah tak bisa berpikir jernih lagi di sana. Yang terbijak dan terbaik adalah saya harus keluar dari lingkungan kerja yang sudah tidak kondusif. Yang dari faktor internal saya juga sudah tidak nyaman dengan rutinitas seperti itu. Seemntara itu, dari faktor eksternal, lingkungan kerja juga sudah tidak ada teman dan tidak bisa melakukan perkembangan diri. Padahal, harapan awal saya adalah menginginkan kondisi kerja yang berbeda dengan freelance yang sendirian jadi banyak orang. Intinya, harapan tentang lingkungan kerja sudah tidak sejalan lagi.

So, semua itu adalah pengalaman berharga. Sekarang saya fokus pada CPNS Kemenkeu 2014 di depan mata. TKD sudah saya kerjaan beberapa waktu lalu. Sekarang tinggal menyiapkan latihan Psikotes. Hrus pergi ke Gramed, beli bukunya, belajar, dan lulus! Aamiin!