Rabu, 21 November 2012

Buat Apa Susah?

"Buat apa susah? Buat apa susah? Susah itu tak ada gunanya..."

Lagu ini ternyata benar sekali. Lagu Pramuka zaman SD dulu, ternyata baru saya sadari kebenarannya sekarang. Manusia hidup di dunia pasti akan dihadapkan dengan yang namanya masalah dan kesusahan. Tidak ada manusia yang hidupnya sempurna. Tidak ada. Manusia yang tak punya masalah di dunia adalah manusia yang sudah mati. Yang harus dipikirkan bukan masalahnya, melainkan bagaimana pemecahan masalahnya. Memang, ketika masalah itu sedang ada di puncaknya, kepala kita pasti jadi nyut-nyut-an, hati jadi sedih dan murung, wajah jadi manyun, dan tubuh jadi kehilangan semangat. Istigfar sama Allah dan minta bantuan-Nya supaya masalah kita  cepat terselesaikan dengan baik, itu solusinya.

"Di sini senang! Di sana senang! Di mana-mana hatiku senang!"

Lagu ini yang harusnya jadi pegangan hati kita. Harus senang, jangan sedih. Karena yang seperti ditulis 'Aidh Al-Qarni, jangan bersedih, sebab kesedihan akan menguras potensi dan energi. Depresi, level kesedihan tertinggi menurut saya, adalah hal yang paling menguras potensi dan energi manusia. Saya depresi? Pernah and it's normal. Saya pernah berpikir untuk bunuh diri? Pernah juga dan itulah sebuah pikiran negatif paling negatif yang pernah saya pikirkan. Dan pikiran itu muncul karena depresi; beban-beban kesedihan, level tertinggi dari kesedihan. Astagfirullah. Tapi Allah itu Maha Baik, Dia memberikan masalah dan kesedihan untuk menguji mahluknya, lalu menaikkan kelas derajatnya. Kalau kita sabar dan tetap bersyukur, Insya Allah lulus ujiannya Allah dan naik kelas derajatnya. Karena iman itu adalah sebuah lingkaran, setengahnya adalah sabar dan setengahnya lagi, syukur. Kalau kita berkata 'saya beriman', tapi ketika ditimpa masalah dan kesedihan, kita tidak bersabar dan tidak bersyukur... maka, iman itu dipertanyakan.

Allah Maha Oke (seperti yang Mas Ippho Santosa bilang). Allah itu semuanya oke. Jadi, jangan takut dan beranilah menatap masa depan kita. Walaupun  banyak yang bilang ini sulit itu sulit, ini mahal itu mahal, Allah Maha Oke. Kalau Allah bilang 'Oke' dan 'Jadilah' pada doa-doa kita, maka 'Oke dan Jadilah'. So, sekarang yang harus dilakukan kita adalah berpikir positif, bekerja dengan produktif, istirahat dan refreshing yang cukup (sering dilupakan, ya? hati-hati, nih penting soalnya), dan terus minta bantuan Allah di setiap aktivitas kehidupan kita. Bertemanlah dengan Allah, niscaya kita beruntung karena Allah-lah sebaik-baiknya teman dan penolong :)

*semangat, semoga menginspirasi :) 

Memacu Waktu

*satu lagi tugas matkul penulisan populer, untuk tema narasi :)

Memacu Waktu

            Kedua roda motor itu terus berputar dengan cepat. Seorang laki-laki paruh baya yang mengemudikan motornya itu pun menunjukkan wajah penuh konsentrasi. Srat! Srat! Srat! Mobil dan motor di depannya disalip dengan cekatan bak Valentino Rossi Sang Pembalap Moto GP. Sementara itu, pemuda yang dibonceng di belakangnya sibuk melakukan hal lain. Tangan kanannya memegang buku Pengantar Ekonomi yang terbuka halamannya dan tangan kirinya dengan erat memegang besi motor bagian belakang agar tidak jatuh. Motor itu melesat masuk ke Gerbatama UI. Amir namanya, tapi biasanya dipanggil Mimir oleh teman-teman yang perempuan di kampusnya dan ia sebenarnya tidak suka dengan hal itu. Ada satu temannya juga bernama bagus, yaitu David, eh dipanggilnya Mpit. Sekalian saja sumpit! Seenak jidat ganti-ganti nama orang, dasar perempuan! Ya, begitu biasanya ia berteriak. Namun, hanya di dalam hati. Tidak beranilah pemuda itu untuk benar-benar berteriak di depan wajah para teman perempuannya yang sering mentraktirnya di Starbucks perpustakaan pusat.

            Amir menengok jam tangannya, satu menit lewat dari pukul sembilan pagi. UTS pasti sudah dimulai. Dosen Pengantar Ekonominya itu sangat tepat waktu pada setiap kedatangannya, apalagi hari ini ujian. Amir jadi panik. Tidak seharusnya tadi malam ia makan tahu pedas terlalu banyak sehingga paginya jadi mulas-mulas dan terlambat. Pemuda berkemeja biru itu jadi teringat kejadian di dekat pasar tadi sebelum ia akhirnya memutuskan beralih naik ojek. Jalanan lancar seperti biasanya, namun sedikit ramai dan macet di dekat pasar. Di dalam mobil angkot itu juga tidak begitu penuh sehingga Amir dapat belajar untuk ujian dengan lumayan nyaman.

Lima menit berlalu, mobil diam di tempat. Sebelumnya, tidak pernah macet separah itu. Amir menaikkan kepalanya mencoba menyelidiki apa yang sedang terjadi di depan. Ia menengok jam tangannya, masih pukul 8.15. UTS dimulai pukul 9.00, masih aman menurutnya. Pemuda itu kembali membaca bukunya. Lima belas menit berlalu, masih macet parah. Sudah tidak aman. Amir berpikir apa yang harus ia lakukan karena sekarang sudah pukul 8.30. Ia tidak mau terlambat.

Nyit! Tiba-tiba, perutnya terasa mulas lagi. Sontak ia melirih kesakitan seraya memegang perutnya. Padahal pagi itu ia sudah lima kali bolak-balik ke kamar mandi dan mengoleskan minyak kayu putih hampir setengah botolnya, tapi mengapa masih sakit saja? Amir tak habis pikir. Haruskah dirinya meminum minyak kayu putih itu? Toilet kampus langsung terbayang di pikirannya. Ya, hal pertama yang akan dilakukannya begitu tiba di kampus adalah pergi ke toilet! Pikirnya tegas. Pret! Amir kelepasan buang angin. Wajah para penumpang lain tertuju lurus kepadanya karena dari tadi hanya ia yang terlihat sibuk mengelus-ngelus perutnya.

“Uh! Mama, angkotnya bau...,” ujar seorang anak SD kepada mamanya tak lama kemudian. Sang mama hanya tersenyum bingung, tidak mengerti harus berkata apa. Tidak mungkin mamanya itu menjawab, “Iya, Nak. Mas-Mas di pojok itu kentut, jadinya bau, deh!” Sekali lagi, tidak mungkin! Impossible!

      Amir segera keluar dari angkot sambil pura-pura tidak terjadi apa-apa. Ketika ia berjalan meninggalkan mobil angkot itu, suara-suara yang lain terdengar. Semuanya berirama mirip dengan suara yang dilontarkan bocak SD tadi. Wajah Amir merah, namun pikirannya menghiburnya seolah berkata, “Dasar norak, semuanya! Kentut itu kan sehat! Lihat saja, akan aku bawakan fakta ilmiah kalau kentut itu sehat! Kalian seperti tidak pernah kentut saja!” Dua menit kemudian, pemuda itu tiba-tiba melupakan masalah kentut karena terlalu takjub dengan antrean kendaraan yang ada. Ada apa sebenarnya? Eh? Mengapa banyak yang menjual daun ketupat? Ya Tuhan! Ternyata Amir lupa kalau besok itu adalah Hari Raya Idul Adha! Pantas saja! Pasar pasti lebih ramai dibandingkan hari-hari biasa. Amir terus berjalan menyusuri pinggir jalan, beberapa orang terlihat melakukan hal yang sama karena tidak ada gunanya naik kendaraan, tidak bisa bergerak. Amir mulai berkeringat karena berjalan lumayan jauh. Pinggir pasar begitu ramai oleh suara para penjual yang menawarkan dagangannya, para pembeli yang menawar, suara kambing yang mengembek, suara klakson kendaraan yang tidak bersabar karena macet, dan lainnya. Kalau saja hari itu tidak ada ujian, pastilah Amir akan membolos saja lalu pulang kembali ke rumah. Amir memutar otak. Ah, naik ojek!  

            Amir sudah tiba di depan kampus, ia melirik jam tangan lagi, pukul 9.05. Ya, hanya telat 5 menit, pasti dimaafkan! Amir begitu percaya diri. Ketika merogoh dompet di saku celana belakangnya, Amir terkejut. Dompetnya hilang! Seluruh isi tas sudah dikeluarkan, namun dompetnya masih tidak ditemukan. Pekerjaan tukang copet di pasarkah? Akhirnya, Amir memberikan KTM-nya kepada tukang ojek sebagai jaminan. Untungnya KTM itu tidak ia masukkan ke dompet kemarin usai pinjam buku di perpustakaan. Amir berlari terbirit-birit menuju kelas sambil menahan sakit perut. Begitu tiba di kelas, kosong. Glek!

“Apa-apaan ini? Kelasnya pindah?” Amir langsung mengambil telepon genggam dari saku depan celananya, berniat bertanya kepada teman lain.
“#Jarkom: UTS Pengantar Ekonomi hari ini ditunda minggu depan karena Bu Wati mendadak sakit.” Waktu penerimaan pesan: pukul 8.00 WIB. Pengirim: Junaidi EKO10.

            Bruk! Buku yang dibawa Amir jatuh ke lantai. Tubuhnya lemas. Ia berharap hari itu adalah mimpi, bukan kenyataan. Seorang gadis berambut panjang dan berlipgloss merah muda datang menghampiri sambil memanggil dengan manja,

“Mimir... Mimir... Mimir kenapa? Oh, iya, sms waktu itu, maaf ya belum dibalas, hapeku sedang direparasi, hehe. Mimir... ayo masuk! Memang tak mau ikut ujian? Eh, lho, kok kosong? Mimir! Kok kosong? Mimir! Mimir!”